gubahan saya

cerita seru

Jumat, 29 Juni 2012

RIE RIE YANG MALU MALU TAPI MAU


Add caption




Sebelumnya kuperkenalkan dulu siapa diriku. Namaku Nunu, seorang
mahasiswa semester pertama di universitas JS di kota P dan nama
pacarku Rirrie, sekolah di SMU Negeri 1 kelas III di kota P juga.
Wajahnya cantik walaupun tidak secantik bintang sinetron, manis
tepatnya. Punya alis mata yang hitam tebal yang sangat kontras dengan
kulitnya yang putih. Dengan hidung yang mungil lucu plus
bibir "dower" yang selalu merah dan dihiasi dengan gigi yang sedikit
tidak teratur tetapi justru giginya itu yang menjadi daya tarik
utamanya. Tingginya sekitar 155 cm, berat 47 kg. Badannya mungil tapi
montok. Bahu yang datar dan badan yang tegap dihiasi dengan sepasang
payudara indah berukuran 32B yang proporsional sekali dengan
tubuhnya. Pantat yang terbentuk rapi disertai sepasang kaki yang
indah, terutama betisnya. Pinggang yang ramping, perut yang datar dan
pinggul yang tidak terlalu besar. Tapi sungguh, dengan keadaan tubuh
seperti itu, tidak ada pria yang bisa menahan napsunya jika
melihatnya sedang telanjang bulat. Tentu saja.

Kejadian ini kualami kalau tidak salah hari Kamis tanggal 7 Desember
1998. Aku barus saja menjemputnya pulang sekolah jam setengah dua
siang. Biasanya sich dia bawa motor sendiri, cuman hari itu entah
kenapa dia berangkat sekolah naik becak. Jadinya saat pulang sekolah
dia menelponku minta dijemput. Panas sekali hari itu. Saat sampai di
rumahnya aku tidak langsung pulang. Aku mampir sejenak buat sekedar
menghilangkan rasa haus. Aku duduk di ruang tamu, di sofa yang
panjang, sementara dia mengganti baju sekolahnya dengan gaun santai.
Entah model apa bajunya, yang jelas dia memakai kaos dengan celana
pendek yang berbahan kaos juga. Dia tampak seksi sekali dengan
dandanan seperti itu. Dia balik sambil membawa segelas sirup dingin
dan kemudian tiduran di sofa dengan posisi kepalanya di pangkuanku.

Kami pun berbasa-basi, saling menanyakan kabar masing-masing. Karena
memang kita sudah lama tidak ketemu. Aku barusan pulang dari Jogja,
tinggal di sana beberapa hari. Dia orangnya memang gampang sekali
kangen sama pacarnya. Ditinggal beberapa hari saja sudah seperti
sebulan hebohnya. Dan kalau dia sedang kangen, rugi aku kalau tidak
ada di sisinya. Tau maksudnya kan?

Lalu kami mulai bercerita tentang kegiatan kami masing-masing selama
ini sambil sesekali saling mencumbu, berciuman dan berpagutan mesra.
Saling memainkan lidah. Kubiarkan mulutnya melumat bibirku. Kubiarkan
giginya menggigit lembut bibirku. Kurasakan lidahnya menari-nari di
dalam mulutku. Napasnya yang lembut mendera wajahku.
Oh ya, aku
paling suka "kissing" dengannya saat dia sedang makan coklat. Rasanya
jadi tambah enak. Dan seperti biasa kalau kami sedang berasyik
masyuk, kedua belah tanganku selalu menari-nari di tubuhnya. Selalu!
Orang dianya sendiri yang minta buat dijamah. "Pokoknya kalau kamu
sedang mencumbuku, sekalian dech tangan kamu ngerjain tubuhku. Biar
tidak nanggung. Tapi harus di bagian yang sensitif. Seperti di daerah
sini, sini dan di sini!" katanya kepadaku suatu waktu sambil
tangannya menunjuk leher, dada dan bawah perutnya. Enak katanya.
Akunya sich oke-oke aja. Siapa yang bakal menolak ditawarin kerjaan
seperti itu.

Mulailah pekerjaanku. Kudekatkan kepalaku ke lehernya, kukecup
perlahan leher itu kemudian kugigit perlahan. Dia mendongakkan
kepalanya tanda dia merasa kegelian. Kucium daerah telinganya dan
kukulum bagian telinga yang menggelambir. Dia mendesah perlahan dan
kemudian melingkarkan kedua tangannya ke leherku. Tangan kananku pun
berusaha menopang punggungnya agar tubuhnya sedikit tegak dan tangan
kiriku segera kumasukkan ke balik bajunya, mengakibatkan kaosnya
terangkat sampai ke perut. Tanganku menyentuh kulitnya yang halus.
Menyusup ke punggungnya untuk melepas tali BH-nya. Dan mulailah
tanganku menjelajahi bukit barisan itu. Kuremas payudaranya, terasa
lembut sekali, diapun merintih. Kupilin putingnya, dia mengerang.
Kutarik puting itu dan diapun mendesah. "Ahh..!" Kuputar-putar jariku
di sekitar puting itu "Sshhh..!" Dia mengerang merasakan kenikmatan
itu. Kuremas-remas buah dada itu berulangkali, kucubit bukit itu.
Rasanya kenyal sekali. Nggak bakalan bosan walaupun tiap hari aku
disuruh menyentuhnya.

Lalu tanganku pun turun menyusuri perutnya, menuju hutan tropis.
Masuk ke dalam celana dalamnya yang terbuat dari kain satin dengan
sedikit renda pada bagian vaginanya. Kutemukan tumpukan kecil daging
yang ditumbuhi rambut-rambut halus. Kugunakan jari telunjuk dan jari
manisku untuk membelah labianya yang masih terasa liat sementara jari
tengahku kumasukan sedikit ke dalam liang senggamanya. "Mmhhh..." Dia
kegelian. Kedua kakinya nampak terjulur lurus, sedikit menegang.
Kucari seonggok daging kecil diantaranya. Bagian yang mampu
mengantarkan seorang wanita merasakan apa arti hidup yang
sesungguhnya. Setelah kutemukan mulai tanganku memainkannya. Kusentuh
klitoris itu lembut sekali, namun akibatnya sungguh luar biasa.
Tubuhnya menggelinjang hebat dengan kedua kaki terangkat ke atas
menggapai-gapai di udara.
Dia melenguh dengan mata terpejam dan lidah
yang menjilati bibirnya. Langsung kulumat mulutnya. Dia pun membalas
dengan ganas. "Uuhhhh..." Lalu tangan kiriku berusaha menarik
klitorisnya, kupencet, kusentil, kupetik, kugesek dengan jari
tengahku. Dia memang paling suka disentuh klitorisnya. Dan kalau
sudah disentuh, bisanya seperti orang sakau. Mendesah, mengerang, dan
menggigil.

Pernah suatu ketika aku ditelpon supaya datang ke rumahnya cuma
untuk "memainkan" klitorisnya. Ya, ampuun... setelah puas bermain
api, kami pun mencari air untuk menyiramnya. Ehh.. sorry, ngelantur.
Tak lama kemudian dia mengajakku ke lantai dua.

"Mas, naik ke atas yuk?"
"Mo ngapain?" tanyaku.
"Ke kamarnya Mbak Dian, di sini panas. Ada AC di sana."
"Boleh!" aku setuju.

Kami pun naik ke lantai dua. Satu persatu anak tangga itu kami lewati
dan kami pun masuk ke kamar Mbak Dian. Aku langsung tiduran di tempat
tidur, sementara dia menyalakan AC-nya. Lalu dia rebah di sampingku.
Kami bercerita lagi dan bercumbu lagi. Kali ini kulepas kaosnya,
setumpuk daging segar menggunung di dadanya yang tertutup BH semi
transparan seolah ingin melompat keluar. Waw, menantang sekali dan
kemudian dengan kasar kusentakkan BH itu hingga terlepas, lalu
terhamparlah pemandangan alam. Nampak Sindoro Sumbing yang berjejer
rapi. Bergelanyut manja di dadanya. Putingnya yang berwarna coklat
kemerahan kokoh tegak ke atas mengerling ke arahku menantang untuk
kunikmati. Payudaranya betul-betul indah bentuknya, terbungkus kulit
kuning langsat tanpa cacat sedikitpun, yang tampak membias jika
terkena cahaya, yang menandakan payudara itu masih sangat kencang.
Maklum payudara perawan yang rajin merawat tubuh. Namun dengan
payudara seperti itu, jangankan menyentuh, cuma dengan memandangnya
saja kita akan segera tahu kalau payudara itu diremas akan terasa
sangat lembut di tangan.

Kudekatkan wajahku ke dadanya. Mulutku kubuka untuk menikmati kedua
payudaranya. Bau harum khas tubuhnya semerbak merasuk ke dalam
hidungku. Kuhisap salah satu putingnya, kugigit-gigit kecil. Lidahku
bergerak memutar di sekitar puting susunya. Dia mengejang kegelian.
Menjambak rambutku dan ditekankan kepalaku ke dadanya. Wajahku
terbenam di sana. Kugigit sedikit bagian dari bukit itu dan kusedot
agak keras. Nampaklah tanda merah di sana. Puas kunikmati dadanya,
mulailah ada hasrat yang menuntut untuk berbuat lebih. Tampak juga di
wajah Rirrie. Matanya menatapku sayu. Wajahnya memerah dan napasnya
memburu. Kalau dia dalam keadaan seperti ini, dapat dipastikan dia
sedang terangsang berat. Dan aku yakin kemaluannya pasti sudah basah.

Aku bertanya padanya, "Rie, sekali-kali kita ngewek yuk!"
"Ah, tidak mau ah!" dia menolak.
"Kenapa?" tanyaku.
"Aku malu," jawabnya.
"Malu sama siapa?" tanyaku lagi.
"Aku malu diliat bugil. Aku malu kamu liat anuku." terangnya.
"Lho, kamu ini aneh. Masa hampir tiap hari kupegang memek kamu, cuma
ngeliat malah tidak boleh?" tanyaku keheranan.
"He.." dia tertawa manja.
Otakku bekerja mencari akal.
"Atau gini aja, kamu ambil selimut buat nutupin tubuh kamu. Ntar kita
cari gaya yang bikin memek kamu nggak keliatan," usulku sembarangan,
nggak taunya dia setuju.
"Iya dech Mas"
Aku girang setengah mati. Lalu dia pun turun ke bawah mengambil
selimut. Tak lama kemudian dia sudah ada di hadapanku lagi dengan
sebuah selimut batik di tangannya. Lalu selimut itu diserahkannya
kepadaku.

"Nah, sekarang kamu lepas semua pakain kamu!" perintahku.
Dia pun segera melepas semua pakaiannya. Sungguh anggun cara dia
melepas pakaian. Perlahan namun pasti. Apalagi saat dia mengangkat
kedua tangannya untuk melepas penjepit rambut yang menyebabkan
rambutnya terurai indah menutupi sebagian pundaknya. Oh, cantik
sekali dia. Berdiri telanjang tanpa sehelai benang pun menutupi
tubuhnya. Layaknya seorang bidadari. Dengan payudara yang kencang
mengantung indah, dengan bulu halus yang tertata rapi menghiasi
bagian bawah perutnya. Dan ketika sadar dirinya telanjang bulat,
secepat kilat dia merampas selimut yang ada di tanganku dan
digunakanya untuk menutupi tubuhnya. Kusuruh dia untuk naik ke atas
tempat tidur dalam posisi merangkak membelakangiku. Aku segera
melepas seluruh pakaianku. Dia menengok ke belakang dan tak sengaja
menatap penisku yang sudah tegang berat dan langsung memalingkan
wajah. Jengah. Sambil merajuk manja. "Ihhh..."

Walaupun kami sering bercumbu tapi kami belum pernah saling
mempertontonkan alat vital masing-masing. Kalau saling pegang atau
sekedar nyentuh sich sering. Makanya jangan heran kalau dia jengah
waktu melihat penisku. Dan lagi dia itu orangnya pasif.
Penginnya "dikerjain" melulu, tapi kalau disuruh "ngerjain" suka ogah-
ogahan. Padahal sebenarnya dia senang sekali kalau disuruh memegang
penisku. Tapi itulah dia, dia yang seorang Rirrie yang penuh dengan
tanda tanya. Yang aku pun masih suka bingung untuk mengikuti jalan
pikirannya.

Aku pun segera mendekat membawa seluruh amunisi yang kupunya. Siap
dalam duel berdarah. Kuangkat sedikit selimut yang menutupi pantatnya
dan harum birahi yang amat kusukai dari vaginanya menyebar. Tanganku
pun masuk ke balik selimut itu. Mencari daerah jajahan yang harus
dikuasai. Meraba-raba sampai akhirnya kutemukan gundukan itu. Terasa
benar bulu kemaluannya di jariku.

"Aowww... iiihhh! Mas nakal!" Dia protes ketika aku berusaha mencabut
beberapa helai bulu kemaluannya. Sebelumnya buat para pembaca, aku
melakukan ini semua tanpa melihat ke arah vaginanya. Bayangkan,
bagaimana sulitnya. Soalnya aku belum pernah menatap langsung vagina
sekarang ini. Mulai kupusatkan perhatianku di daerah selangkangannya.
Vaginanya terasa basah. Pasti dia sudah sangat terangsang. Dan kucari
letak lubangnya dengan jariku.

"Ah, geli Mas!" dia tersentak ketika tak sengaja tanganku menyentuh
klitorisnya.
"Hore ketemu...!!!" aku teriak kegirangan.

Akhirnya kutemukan lubang itu. Kumasukkan seperempat jari telunjukku
ke dalam vaginanya. Sebentar kuputar-putar disana. Pinggulnya
bergerak-gerak tanda dia kegelian. Lalu kutarik kembali dan kini
pelan-pelan kusorongkan rudalku untuk mencoba menembus dimensi itu.
Saat pertama penisku menyentuh vaginanya, secara refleks dia
mengatupkan kedua kakinya.

"Dasar perawan.." kataku di dalam hati.
Lalu perlahan kucoba merenggangkan kakinya. Terasa ada penolakan
halus disana.
"Ayo dong sayang, direngganging sedikit kakinya. Katanya pengen di
entotin."
Dia nurut, perlahan dia mulai mengangkangkan kedua kakinya. Rudalku
pun kembali mencari sasarannya. Mulai menempel di bibir vaginanya.
Terasa hangat di situ.

"Aduh Mas, aku deg-degan nich"
"Udah kamu tenang aja dech!"
Perlahan tanganku mencoba untuk membuka tabir itu. Kugunakan jemari
tanganku untuk menguak vagina itu. Sedikit terbuka. Dan kucoba
memasukkan penisku. "Bless!" Kepala rudalku mulai masuk, membuat
Rirrie mengerang kesakitan, membuatnya sedikit tidak nyaman.
"Aduh, Mas, sakit nich!" dia merintih.
Kepalanya mendongak ke atas dengan mimik menahan rasa sakit.
"Tahan sebentar ya sayang! Sakitnya paling cuma sebentar kok."
Kasihan juga sich melihat dia begitu. Tapi demi kenikmatan itu apa
boleh buat.
Namun saat kepala rudalku mulai menguak masuk vaginanya, terasa ada
energi yang sangat kuat dari dalam vaginanya mencoba untuk menyedot
penisku agar masuk ke dalam vagina itu. Sampai pinggulku tertarik
maju membuat seluruh penisku melesak ke dalam lubang itu. "Sleep..."

"Ah, Mas sakit nich!"
"Tapi kok enak ya Mas?"
"Makanya kalo pengen lebih enak jangan ribut terus!" kataku.
"Enak tapi kok aneh ya Mas? Kayak ada yang ngganjel," dia ngomong
sekenanya.
Aku pun tertawa.
"Kamu santai aja dong, jangan tegang gitu."

Dia menuruti perintahku. Dan sensasi yang belum pernah kami rasakan
mulai meresap di diri kami. Penisku rasanya seperti diremas-remas
lembut sekali oleh suatu benda asing yang hangat dan basah tak
dikenal, disedot-sedot oleh vaginanya. Duh.. nikmatnya luar biasa.
Mataku sampai nanar menahan kenikmatan itu. Lembab namun terasa
sangat nyaman. Mulai kugerakkan maju mundur pinggangku, kugenjot
penisku perlahan dan kemudian sedikit demi sedikit kupercepat
genjotanku, kadang-kadang kupelankan sambil kubenamkan sedalam-
dalamnya ke lubang vaginanya sampai dia menjerit, "Mas.. Mas aduh
yang ini sich enak banget.. tusuk lagi dong yang keras Mas!" Rirrie
memohon.

Langsung saja kuturuti permintaannya. penisku bergesekan dengan
dinding vaginanya yang membuahkan kenikmatan tersendiri bagi kami.
Mengakibatkan bunyi berdecak yang mengiringiku menuju sejuta
kenikmatan.

Tidak lama kemudian Ririe mendesah hebat sambil badannya bergerak ke
sana-kemari, cepat sekali, badannya meliuk-liuk, tangannya meremas-
remas sprei tempat tidur hingga acak-acakan.
"Uuuhh.. enak sekali Mas.. pelanin dong nyodoknya," rintih Rirrie.
Kuturuti kemauanya.
"Uh!" nikmat sekali rasanya.

Kupompa perlahan-lahan sambil kunikmati kenikmatan yang menjalar ke
seluruh tubuhku. Sebentar-sebentar dia menggoyangkan pinggulnya,
seolah-olah ingin agar penisku juga merasakan kenikmatan itu. Kedua
belah tanganku bergerak kesana kemari menjelajahi bagian belakang
tubuhnya. Kujambak rambutnya dan kudongakkan kepalanya. Kubungkukan
badanku lalu kuciumi punggungnya. Kujilati leher itu. Kutampar
perlahan pantat Rirrie. Dia menjerit kecil. Tanganku pun mengarah ke
depan menyambar payudaranya yang menggelantung tak berdaya. Manggut-
manggut mengikuti gerakan badannya. Membuatku semakin horny.
Payudaranya terasa lebih keras dari biasanya. Mungkin karena dia
sedang dalam kondisi terangsang puncak.

Kuremas-remas dengan kasar. Kupilin-pilin putingnya dan, "Plop..." ya
ampun puting itu terlepas. Rambutnya yang panjang melambai-lambai
mengikuti irama genjotanku. Matanya terlihat amat sayu dan sebentar-
sebentar terpejam. Hingga akhirnya...

"Adduuhh.. Rirrie tidak kuat lagi Mas.."
"Rirrie pengen pipis.."
"Masss.. aaakhh.."

Kurasakan dia menekan vaginanya sedalam mungkin sambil menggoyang-
goyangkan pinggulnya dan mengatupkan kedua kakinya yang membuat
penisku semakin keras terjepit. Namun sungguh, tindakannya justru
makin menambah nikmat gesekan yang kurasakan. Tubuhnya tersentak dan
berdiri tegak membelakangiku. Kepalanya disandarkan di bahuku.

"Masss.. enak sekalii.. Hmmm.."
Lalu kulihat kepalanya mendongak ke atas dan kedua bola matanya
membalik seperti orang kesurupan. Tangannya bergerak ke belakang
memeluk tubuhku. Dan menekan kuat tubuhku seolah ingin menyatukan
dengan tubuhnya.
Intensitas denyutan vaginanya semakin tinggi dan
kekuatan menyedotnya pun bertambah besar. Yang menyebabkan penisku
terasa semakin tertarik di liang senggamanya. Kupercepat lagi
genjotanku.
Dan akhirnya...

"Ohhh... aaakhhh.. ouch... Mas enak!"
Teriakannya keluar seiring orgasme yang dicapainya. "Seerrr..."
cairan bening pun keluar membasahi liang senggamanya. Banjir.
Kurasakan suhu di sekitar situ bertambah panas. Sekian lama berlalu
tapi Rirrie masih terus memejamkan matanya dan menekan kuat
pinggulnya. Menggerak-gerakannya kekiri dan kekanan. Mencoba untuk
menyerap segala kenikmatan yang baru pernah dirasakanya. Dia meracau
tak karuan. Saat orgasme yang dialaminya berakhir, dia pun terkulai
lemas. Menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan mata
terpejam. Dalam posisi nungging. penisku terlepas dari vaginanya.
Tubuhnya bermandikan keringat. Semakin menambah pesona kecantikan
tubuhnya. Tak sengaja aku melihat daerah selangkangannya. Ternyata
bentuk vaginanya bagus sekali.

Vaginanya yang berwarna merah jambu nampak merekah sedikit monyong
dan labia minora-nya nampak sedikit menjorok keluar. Mungkin karena
tadi rudalku berkali-kali membombardir pertahanannya. Vagina itu
berdenyut-denyut dan berkilat terkena cahaya. Sedikit darah keluar
dari dalam vaginanya perlahan turun mengalir ke pahanya. Ternyata dia
masih benar-benar perawan. Kubiarkan dia untuk mengatur detak
jantungnya. Agar mampu menghimpun kembali energi yang secara mendadak
dikeluarkannya. Sepertinya dia agak shock. Maklum, pengalaman pertama.

"Mas... yang barusan itu enak sekali."
Dia berbisik sambil menatapku
dengan senyum kecil di sudut bibirnya. Senyum penuh kepuasan. Lalu
kurebahkan tubuhnya sehingga dia dalam posisi tengkurap tidur, aku
pun merebahkan tubuhku menindih punggungnya. Tanganku bergerak
kembali ke arah selangkangannya. Becek sekali di sana. Kucari kembali
letak liang senggama itu.

"Ayo sayang buka kembali surga kamu," pintaku.
Perlahan dia mengangkangkan kembali kedua kakinya. Dan kini giliranku
untuk memetik kemenangan itu. Begitu melihat Rirrie membuka sedikit
saja selangkangannya, semangatku langsung membara lagi. Kuambil
ancang-ancang untuk memasukkan kembali penisku. Satu.. dua.. tiga..
dan, "Bleess..." dengan mudahnya penisku menembus vaginanya. Tanpa
permisi dan karena sudah tidak sabar langsung kugenjot dengan
kecepatan tinggi. Tak lama kemudia kurasakan seluruh urat nadiku
menegang dan darah mengalir ke satu titik. Aku akan mencapai orgasme.

"Rie, Mas mau keluar nich.."
"Gantian Ya?"
"Iya Mas, dienak-enakin lho!"
Rirrie berkata sambil kembali mengatupkan kedua kakinya. Terasa dia
sedikit mengejan untuk memberi kekuatan di daerah perutnya yang
mengakibatkan otot-otot di sekitar vaginanya kembali mencengkeram
kuat. Semakin kupacu genjotanku dan akhirnya pada saat akan terjadi
titik kulminasi kuangkat tubuhku dan kutarik penisku keluar dari
vaginanya dan langsung kubalikan tubuh Rirrie dan kuraih tangan
kanannya lalu kusuruh dia mengocok penisku. Kutarik kepalanya
mendekati penisku. Penisku seperti dipompa sampai bocor. Air maniku
pun menyembur kencang dalam genggaman tangannya. Mengenai wajahnya.
Aku melenguh. Kulihat air maniku menetes di sprei tempat tidur. Air
maniku sepertinya tidak mau berhenti. Tanganya yang lembut terus
mengurut penisku dengan cepat, mengusap-usap kepala rudalku dengan
ibu jarinya. Sampai air mani terakhir menetes di tangannya. Aku
merasakan kenikmatan yang luar biasa. Sampai terasa ke tulang sumsum.

"Enak Mas?" tanya Rirrie.
Aku mengangguk.
"Belum pernah aku merasakan yang se.pertii.. ini," jawabku terbata-
bata.
Aku merasa tubuhku lelah sekali. Lemas tak berdaya. Rirrie
mendekatkan wajahnya ke rudalku, dan dengan sangat-sangat lembut
dikecupnya kepala rudalku berkali-kali sambil berkata, "Kamu benda
kecil tapi bisa bikin orang gede kepayahan."
Aku tersenyum mendengar ucapannya. Rirrie memandangku dengan mesra
sambil menebarkan senyum penuh pesona. Aku langsung roboh di atas
tubuhnya. Menindih tubuhnya. Kugigit perlahan lehernya. Kujilat
dagunya. Kukecup lembut bibirnya. Rirrie memeluk aku sambil mengecup
lembut pundakku.

"Mas kapan-kapan kita ngewek lagi ya Mas?" pintanya.
"Iya sayang. Suatu saat kita bakal ngewe lagi.. Kita cari gaya yang
lainnya," jawabku perlahan.
"Sekarang Mas pengen bobo dulu. Mas kecapean nich," aku memohon.
"Iya dech Mas," balasnya.
"Mas.. Rirrie tambah sayang dech sama Mas."
Dan aku pun mendapatkan ciuman paling hangat di bibir dalam sejarahku
bersamanya. Lalu tangannya turun ke bawah memegang penisku yang sudah
lembek dan meremas-remasnya dengan lembut sampai dia terlelap.
Kemudian kupeluk tubuhnya, kukecup keningnya lembut dengan berjuta
perasaan yang ada. Dengan sisa kekuatan yang ada, kuangkat badanku
dan balik posisi badanku hingga kepalaku berada di antara
selangkangannya. Kukecup lembut vagina itu. Kujilat sedikit lendir
yang membasahinya. Kunikmati sebentar pesona vaginanya dengan
mulutku. Lalu akupun memejamkan mata. Kami pun tertidur meninggalkan
senyum kepuasan di bibir kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar