gubahan saya

cerita seru

Minggu, 01 Juli 2012

RANI YANG NAKAL




Saya mengenal Rani pertama kali lewat IRC. Mulanya kami ngobrol biasa
saja (kenalan, bercanda, tebak-tebakan, dsb). Menginjak minggu ke dua, tidak di
sangka dia menanggapi secara antusias setiap obrolan saya yang berbau seks.
Sampai saat itu sebenarnya saya masih ragu apakah Rani ini betul-betul perempuan
atau cuma lelaki iseng yang menyamar sebagai wanita. Maklumlah, selama ini kami
berkomunikasi hanya secara tulisan, bukan lisan. Keragu-raguan itu akhirnya
musnah setelah kami melakukan "copy darat" di Plaza Senayan. Ternyata dia
seorang wanita muda. Tidak begitu cantik tapi tidak juga jelek. Sedang-sedang
sajalah. Yang istimewa darinya adalah bentuk tubuh yang montok dan buah dadanya
yang besar di atas rata-rata buah dada wanita Indonesia.
Setelah berbicara beberapa saat, dia mengajakku ke rumahnya di daerah
Pondok Indah. Dari situ saya mengetahui bahwa Rani sebenarnya adalah seorang ibu
rumah tangga. Suaminya sekarang sedang bekerja di sebuah kontraktor.
Setelah masuk ke ruang tamu, Rani mempersilakan saya menunggu sementara
dia membuatkan es jeruk untukku. Agak lama saya menunggu sampai akhirnya saya
melihat Rani keluar membawa segelas es jeruk. Pakaian kerjanya telah ia ganti
menjadi daster tipis. Darah saya langsung berdesir melihat puting susunya yang
menyembul karena ia melepaskan BH-nya. Setelah saya minum beberapa teguk, tidak
saya sangka Rani langsung memeluk dan menciumi saya dengan sangat bernafsu.
Lidahnya menjalar di dalam rongga mulut saya. Tangannya memasuki kemeja saya
lalu mengusap-usap dada saya. Kemudian tangannya mulai bergerak turun, menuju
ritsleting celana luar saya lalu membukanya. Jari-jarinya menyeruak masuk ke
celana dalam dan menyentuh bulu-bulu keriting sebelum akhirnya sampai pada penis
saya yang sudah membesar.
Nikmat sekali rasanya. Tangannya meremas-remas penis
dan sesekali meremas pula kantong pelir. Saya menyambutnya dengan memasukkan
jari saya ke dalam dasternya. Buah dadanya yang sangat besar kuremas dengan
sangat bernafsu. Tangan satu lagi saya masukkan ke dalam celana dalamnya. Dari
situ saya masukkan jari tengah saya ke dalam lobang vaginanya yang sudah basah.
Dia mengerang ketika jari-jari tangan saya mengorek-ngorek dinding vaginanya.
Tidak puas dengan satu jari, saya masukkan lagi jari telunjuk saya hingga
sekarang dua jari masuk ke dalam vaginanya. Jari manis dan jempol saya gunakan
untuk mencubit-cubit kelentitnya yang besar dan keras. Dia merintih manja.
Di saat-saat hot seperti itu tiba-tiba dia melepaskan pelukannya. "Di
dalam saja yuk," pintanya sambil menarik tanganku. Aku menurut lalu mengikutinya
menuju kamar tidur. Di sana dia mulai melepaskan seluruh pakaiannya, begitu pula
saya hingga kami sekarang dalam keadaan telanjang bulat.
"Ikat saya pakai ini," katanya sambil memberikan kepadaku beberapa utas
tali. Saya terdiam keheranan. "Ayo, jangan ragu-ragu. Siksa dan sakiti saya
sepuas hatimu."
"Tapi ...," tanyaku.
"Jangan takut, Rani menikmatinya kok. Ayo cepat ... Tunggu apa lagi?"
"Oke," sahut saya. Memang inilah yang paling saya senangi. Bergegas saya
mengambil segumpal kain lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Setelah itu
mulutnya saya ikat kuat hingga tak mungkin dia dapat berteriak. Kalaupun
berteriak, suaranya tidak akan terdengar karena sangat lirih teredam kain tebal.
Setelah itu kedua tangan dan kedua kakinya saya ikat ke masing-masing sudut
tempat tidur. Sekarang tubuhnya sudah benar-benar tidak berkutik. Posisinya
terlentang seperti patung pembebasan Irian Barat.
Siksaan dimulai. Buah dadanya yang sangat besar saya tarik kuat-kuat
lalu pangkalnya saya ikat hingga sekarang bentuk buah dadanya seperti balon.
Demikian pula dengan buah dadanya yang satu lagi. Dia menjerit sekuat-kuatnya.
Saya dapat melihat buah dadanya yang putih dan montok sekarang berubah
kemerah-merahan. Pembuluh darahnya membesar sebab darah tidak dapat mengalir
lancar. Benar-benar mengerikan bentuknya. Saya ambil dua utas karet gelang.
Karet gelang itu saya pilin berkali-kali sampai kecil lalu saya ikatkan ke
puting susunya. Rani menjerit sekuat-kuatnya. Tubuhnya mengejang merasakan sakit
yang tiada tara.
Saya lari ke belakang, ke tempat jemuran. Di sana saya mengambil
beberapa penjepit jemuran. Sampai di kamar ternyata Rani sudah mulai agak
tenang. Tanpa buang waktu, saya jepit kedua puting susunya. Dia menjerit sangat
keras. Tubuhnya kembali meronta-ronta. Tapi ikatan pada tubuhnya terlalu kuat
hingga dia tidak dapat berkutik. Penjepit berikutnya hendak saya pasang di
kelentitnya. Tapi dia meronta. Mulutnya berusaha mengatakan sesuatu tapi kain
yang membungkam mulutnya membuat kata-katanya tidak terdengar jelas bagiku.
Ketika saya hendak menjepitkan penjepit itu ke klitorisnya, dia
menggoyang-goyangkan pinggulnya agar usaha saya gagal. Tapi saya tidak menyerah
begitu saja, perutnya saya duduki lalu secepat kilat penjepit itu sudah menancap
erat di klitorisnya. Rani menjerit sangat kuat. Tubuhnya mengejang dan
meronta-ronta menahan sakit yang teramat sangat. Mukanya memerah dan dari
matanya saya melihat tetesan air mata.
Saya tinggalkan tubuhnya yang menggelepar-gelepar kesakitan. Saya masuk
ke ruang makan. Di dalam lemari es (kotak dingin) saya menemukan sebuah pare
putih (Momordica charantia, bentuknya seperti mentimun, berasa agak pahit dan
biasanya dijual tukang siomay bersama tahu, kentang, dan kol) sangat besar. Pare
ini kemudian saya pakai untuk mengocok lubang vaginanya dengan sangat cepat dan
kasar. Rani menggelepar-gelepar saat pare yang sepanjang permukaannya
berbintil-bintil sebesar biji jangung itu keluar masuk lubang vaginanya. Pare
yang semula kering sekarang penuh dilumuri lendir putih, licin, dan berbau khas.
Sebagian lendir lain yang berubah menjadi busa karena dikocok, meleleh keluar
vagina menuju anus. Rani sepertinya menikmati perlakuan ini. Bibir vaginanya
membesar dan merekah. Setelah sepuluh menit, saya lihat tubuh Rani mengejang.
Kakinya menendang-nendang. Pinggulnya terangkat ke atas. Mulutnya berteriak
keras. Saya kira dia mengalami orgasme hebat.
Setelah tubuhnya mulai tenang, saya lepas ikatan pada kedua kakinya.
Kaki itu kemudian saya angkat ke atas kepalanya hingga lututnya menyentuh buah
dadanya lalu saya ikat kembali.
Saya masukkan penis ke dalam lubang vaginanya
yang menganga lebar. Sampai di sini tidak ada masalah baginya. Bahkan sepertinya
Rani sangat menikmati. Setelah tiga kali dorongan, saya cabut penisku yang
sekarang sudah penuh dengan lendir licin.
Dengan cepat saya tusukkan penis saya
ke dalam lubang duburnya. Sempit dan sulit sekali. Penis saya sampai bengkok.
Rani berteriak hendak mengatakan "jangan". Kepalanya menggeleng-geleng. Saya
tidak peduli. Pada usaha berikutnya saat penis saya benar-benar keras, lubang
anusnya berhasil saya tembus hingga dalam. Rani menjerit. Setelah masuk
seluruhnya, saya kocokkan penis saya keluar masuk dengan sangat cepat. Rani
kembali berteriak kesakitan. Kakinya menendang-nendang tapi percuma saja, karena
penis saya tidak mungkin dapat lepas. Sekitar 4 menit kemudian saya merasakan
ejakulasi telah hampir sampai. Saya ambil bantal lalu saya tutupkan ke muka Rani
hingga Rani tidak dapat bernafas. Saat itulah saya mempercepat gerakan penis
saya maju mundur. Sepuluh detik kemudian penis saya benar-benar menegang,
memuntahkan sperma banyak sekali ke dalam anusnya. Ah, nikmat sekali. Saya
menikmati peristiwa itu selama belasan detik sampai kemudian saya sadar bahwa
rontaan Rani semakin melemah. Cepat-cepat saya angkat bantal yang menutupi
mukanya. Rani tersengal-sengal sambil diselingi batuk-batuk. Hampir saja dia
mati tercekik.
Setelah puas, saya mulai melepas semua ikatannya lalu saya bertanya,
apakah ia menikmati perlakuan saya ini? Dia mengangguk kemudian memeluk saya
erat-erat. Bibirnya menciumi seluruh muka saya tak henti-hentinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar