Minggu, 01 Juli 2012
SRI OOOH SRI
Ini
merupakan pengalaman pertamaku. Tapi bukan berarti baru pertama
kali
aku melakukan senggama, tapi pertama dalam arti mendapatkan
wanita
dengan status setengah perawan. Lho kok bisa setengah
perawan,
barangkali itu yang menjadi pemikiran para pembaca
budiman. Setengah
perawan itu dengan pengertian, tidak pernah
disetubuhi laki-laki,
tapi kemaluannya pernah dijilati pacarnya
dan dimasuki jari tangan
sehingga perawannya jebol, tapi masih
perawan karena tidak pernah
dimasuki kemaluan lelaki. Ini yang
disebut setengah perawan.
Aku mendapatkan Sri secara
kebetulan. Ketika itu, aku yang senang
naik bus kota karena banyak
bertemu dengan karyawati, sedang menunggu
di halte bus kawasan
Slipi. Ketika sedang duduk-duduk menanti bus,
seorang gadis dengan
wajah tidak terlalu cantik dan tidak jelek,
berkulit putih dengan
payudara yang tidak terlalu besar (seperti
kesukaanku), berjalan
ke arahku dan langsung duduk di sebelahku.
Perilakunya terkesan
cuek, seperti pada umumnya cewek Jakarta. Aku
mencari akal,
bagaimana cara untuk mengajak ngomong cewek ini. Aku
punya pikiran
untuk minta maaf karena akan merokok. Ketika aku minta
ijin
merokok, Sri dengan senyum manisnya menyatakan tidak
keberatan.
Selanjutnya obrolan kian akrab dan saling tukar nomor
handphone. Aku
dan Sri kemudian berpisah karena tujuan kami
berbeda. Aku mau ke Blok
M sedang Sri mau ke Kampung Melayu, rumah
temannya.
Malam harinya, aku sudah tidak sabar untuk
menghubungi telepon
selulernya. Obrolan pun terjadi, cukul lama.
Hampir setiap hari aku
telepon. Obrolannya pun mulai mengarah ke
masalah pacaran. Dia
mengaku baru saja putus dengan pacarnya
karena menghamili gadis lain.
Pura-pura sok suci, aku pun
menasehatinya untuk tabah dan tawakal
karena memang bukan
jodohnya. Hubungan via telepon ini cukup lama,
sekitar dua minggu
dan hampir setiap hari aku selalu menghubunginya.
Menginjak minggu
ketiga, aku memberanikan diri mengajak untuk jalan-
jalan. Karena
aku belum lama di Jakarta, aku minta diantar ke Ancol,
ternyata
Sri tidak keberatan.
Malam Minggu, aku dan Sri dengan naik
sepeda motor pergi ke Ancol.
Aku berpura-pura alim dan bercerita
tentang masa laluku, dan cerita
itu kubuat sedemikian rupa
sehingga terkesan aku ini punya sifat
terbuka. Dia juga
menceritakan masa lalunya, termasuk tentang dirinya
yang sudah
setengah perawan. Di Ancol, aku juga menghindari untuk
menciumnya.
Ternyata sikapku yang sok suci ini membuat dia jatuh hati.
Memasuki
minggu keempat, dia mengajakku untuk pergi jalan-jalan. Dia
minta
ke puncak dan berangkat minggu pagi. Usulnya kuterima dengan
alasan
aku juga belum pernah ke sana (padahal, di kawasan dingin
itulah,
aku sering membawa cewek-cewek Jakarta). Sekitar pukul 06.00,
aku
sampai di Terminal Rambutan dan tidak lama kemudian dia juga
sampai
di satu titik yang telah ditetapkan bersama. Singkat cerita,
sekitar
pukul 08.30, aku dan dia sampai di Puncak. Setelah sarapan,
kita
kemudian mencari tempat untuk melihat-lihat pemandangan. Di
puncak,
aku melihat Sri mulai aktif dengan menggandeng tanganku.
Aku
berpikir, inilah saatnya untuk mengeluarkan jurus terampuh,
apalagi
Sri ini termasuk wanita terlama yang aku minta menyerahkan
barangnya
(sekitar sebulan).
Setelah mendapatkan tempat
duduk, aku dan Sri kemudian terlibat
pembicaraan hangat. Saat itu,
mendung semakin tebal. Aku kemudian
bilang sama Sri untuk mencari
tempat karena hujan lebat tidak lama
lagi akan turun. Tanpa
kuduga, Sri menerima karena dia mengaku senang
dengan sifat
keterbukaanku dan berharap aku bisa jadi suaminya.
Itulah
kelemahan wanita, yang cepat percaya, yang akhirnya akan jadi
korban
lelaki.
Aku dan Sri kemudian mencari tempat dan tidak terlalu
sulit untuk
mendapatkannya. Singkat cerita, aku dan Sri sudah
masuk ke kamar.
Dengan sikap jantan dan tidak tergesa-gesa, aku
dan Sri kemudian
menonton televisi sambil ngobrol-ngobrol dan
sekali-kali menyinggung
tentang seks, terutama ketika kemaluannya
dicium oleh pacarnya dulu.
Pertanyaanku ini ternyata membuatnya
bersalah dan berjanji tidak akan
mengulangi lagi, kecuali pada
calon suaminya. Dengan rayuan gombal,
Sri tampak percaya sekali
kalau aku merupakan calon suaminya.
Kemudian kucium pipinya
dan Sri diam saja sambil menutup matanya.
Setelah itu, dengan gaya
halus, aku minta ijin untuk mencium
bibirnya. Tanpa ada jawaban,
Sri langsung menyosor bibirku, dan tanpa
dikomando bibirnya segera
kulumat dan tanganku menggerayangi
payudaranya yang tidak terlalu
besar. Ketika putingnya kuraba, dia
mulai melenguh. Dengan gerakan
halus, aku mulai membuka pengait BH-
nya sehingga terbukalah bukit
kembar miliknya. Sementara bibirku
sudah beralih, tidak lagi di
bibirnya tapi sudah menjilati telinga,
dan lehernya. Karena buah
dadanya sudah terbuka, mulutku pun bergeser
ke puting susunya yang
sudah menegang. Ketika kumainkan dengan
lidahku, lenguhannya
semakin panjang. Tangankupun tidak tinggal diam,
retsleting celana
panjangnya kubuka dan tanganku menerobos masuk dan
dia tampaknya
diam saja.
Sambil memainkan clitorisnya, aku terus menjilati
kedua payudaranya.
Ketika aku merasakan kemaluannya sudah sangat
basah, aku coba membuka
celana panjangnya, ternyata dia mengangkat
pantat sehingga memudahkan
aku melepas celana panjang sekaligus
celana dalamnya. Setelah
terlepas, tanganku pun membuka baju kaos
dan BH-nya. Dalam waktu
singkat, Sri sudah telanjang bulat sedang
aku masih berpakaian rapi.
Melihat ini, Sri pun protes dan segera
membuka T-Shirt warna putih
milikku. Bersamaan itu pula, aku
melepas celana panjang dan celana
dalamku sehingga aku dan dia
sama-sama telanjang bulat. Dalam keadaan
begitu, aku kemudian
mengajaknya masuk ke kamar dan dia tampak setuju
atas ajakanku.
Begitu duduk di pinggir kasur, aku langsung menyerang
bibirnya dan
tangannya kubimbing untuk memijit-mijit penisku yang
sudah
menegang berat. Sedang tanganku kembali ke vaginanya yang
sudah
becek.
Tak lama kemudian, aku mendorongnya jatuh ke
kasur. Mulutkupun segera
menyusuri bukit kembarnya. Sri
terus-menerus melenguh dan tampak
sudah pasrah. Ketika aku minta
supaya penisku dimasukkan, dia tak
menjawab dan hanya tangannya
merangkul leherku erat-erat. Inilah
tanda-tandanya dia sudah tidak
kuat. Aku pun segera menindihnya dan
tanganku mengarahkan penisku
ke liang vaginanya. Ketika kudapati
lubang kenikmatan, segera
penisku kutekan. Tapi tidak segampang
wanita lain yang pernah
kuajak bersenggama, lobang vagina Sri sangat
sempit sekali.
Berkali-kali kucoba untuk menekannya, masih tak
berhasil menembus
juga. Setelah lama dengan keringat membasahi tubuh,
kepala penisku
akhirnya dapat masuk, tapi setelah itu seperti
lubangnya buntu.
Karena aku sudah capek, babak pertama dengan tanpa
hasil itu
kuhentikan. Aku dan dia kemudian tiduran sambil tanganku
memainkan
puting susunya. Selang beberapa saat kemudian, aku dan
Sri
tertidur.
Sekitar satu jam kemudian, aku terbangun
karena kedinginan dan
penisku tegak kembali. Aku kemudian mencium
kening Sri hingga
terbangun. Setelah itu, aku langsung melumat
bibirnya yang cukup
sensual. Tanganku kembali bermain di vaginanya
hingga basah. Melihat
kenyataan ini, aku kembali menindihnya dan
mencoba memasukkan penisku
dan ternyata kembali gagal, hanya
kepala penisku yang masuk. Karena
berkali-kali gagal, aku kemudian
mengangkat kakinya yang kecil mulus
ke atas hingga belahan
vaginanya terlihat jelas. Dalam posisi ini,
aku mencoba memasukkan
penisku dan lagi-lagi hanya kepalanya saja
yang masuk.
Aku
kemudian berpikir bahwa Sri barangkali tegang hingga
otot-otot
vaginanya ikut tegang sehingga elastisitas vaginanya
menjadi
berkurang. Karena itu, aku kemudian mendiamkan saja kepala
penisku
terbenam di liang vaginanya dan aku kemudian membisikkan
kata-kata
gombal kepadanya.
Tampaknya, rayuanku mengena
sehingga kurasakan otot-otot vaginanya
mulai melemas dan
kesempatan itu kugunakan untuk kembali menggenjot
penisku dan
berhasil masuk setengah, setelah itu vagina Sri kembali
mengeras.
Melihat ini, aku membiarkan penisku terbenam tanpa berusaha
kucabut.
Rayuanku pun tak berhenti. Selang beberapa waktu kemudian,
aku
kembali merasakan otot vaginanya melemas dan kembali kutekan
penisku
hingga masuk dan total sekitar tiga perempat. Setelah itu,
otot
vaginanya kembali kaku dan tidak melemas meski sudah kurayu
atau
kubisikkan supaya tidak tengang dan menerima saja keadaan ini
karena
sudah telanjur masuk.
Karena buntu, aku berusaha
mencabut penisku. Ketika akan kutekan
lagi, ternyata buntu. Aku
kemudian memintanya untuk rileks dan
akhirnya penisku bisa masuk
tiga perempat seperti semula. Aku
kemudian mencabut penisku dengan
perlahan, begitu keluar aku kembali
memasukkannya, ternyata buntu
lagi. Terus terang aku menjadi keki
juga. Aku lantas bilang untuk
rileks saja, dan kalau dia rileks maka
penisku bisa masuk tiga
perempatnya.
Karena pengalamanku dua kali, aku tak mau
mencabut tapi langsung
memutar-mutarkan penisku, dan terlihat
olehku bibirnya menyeringai
dan sesekali dia melenguh panjang.
Kurasakan, vaginanya sangat basah.
Ketika kutanya apakah sakit,
dia ternyata diam saja maka penisku
kembali kuputar-putar dan
lama-lama menjadi cepat, ketika itu pula
dia melenguh panjang dan
tangannya mencengkeram punggungku. Ketika
itulah,
dia menjerit panjang sambil mengatakan, "Aduh Mas, enak
Mas..".
Mendengar ini, putaranku semakin cepat dan selang beberapa
lama
dia menjerit dengan mengatakan hal yang sama. Ketika aku
merasakan
vaginanya sudah sangat basah, kucoba untuk mencabut penisku
dari
liang vaginanya, begitu aku menekan lagi ternyata buntu
lagi.Sungguh,
aku sangat heran dan baru pertama kali ini aku menemukan
vagina
seperti ini.
Karena sudah keki, aku minta dia supaya menjilati
penisku. Awalnya,
dia menolak karena tidak biasa dan jijik. Tapi
setelah kurayu dan aku
janji akan menjilati vaginanya, dia pun
setuju. Setelah aku mencuci
penisku, dia mulai menjilati. Awalnya,
jilatannya tidak terasa karena
masih merasa jijik. Tapi lama
kelamaan jilatannya menggairahkan dan
Sri mau memasukkan penisku
ke mulutnya. Gerakannya pun makin lama
makin kuat. Karena aku
sudah terangsang dan sejak tadi begitu lama
berjuang untuk
mengebor vaginanya, akupun merasa penisku mulai
berdenyut-denyut.
Tanpa harus kutahan (daripada tambah pusing) aku
pun mengeluarkan
spermaku ke mulutnya. Merasa ada cairan masuk ke
mulutnya, Sri
melepas kulumannya dan memuntahkan sperma. Sri lantas
seperti
orang mual mau muntah. Aku tak peduli dan tanganku mengocok-
ngocok
penisku hingga spermaku banyak yang tumpah di kasur
dan
tubuhnya.
Setelah aku dan Sri mencuci kemaluan
masing-masing, kemudian kami
tiduran di kasur. Selang beberapa
lama, Sri memintaku untuk menjilati
vaginanya. Meski aku di kantor
terkenal dengan julukan penjahat
kelamin, tapi aku belum pernah
menyosor barang milik perempuan,
karena aku yakin wanita yang
kutiduri selalu puas dengan permainan
ranjangku. Permintaan itupun
kutolak halus dengan alasan lemas dan
mengantuk. Aku dan Sri pun
akhirnya tertidur lagi karena kecapaian.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar