gubahan saya

cerita seru

Jumat, 29 Juni 2012

ML DI PAGI HARI ASOY

 


Sesaat aku terkejut ketika Yuyun telah menanggalkan busananya di
hadapanku, aku hanya terdiam diri dengan terpaku oleh keindahan
tubuhnya. Yuyun adalah kakak pacarku yang bernama Naning. Kami sering
berbicara, jalan-jalan bareng, makan, dan lain-lainnya. Mungkin aku
sudah dianggap keluarga, makanya setiap aku berkunjung ke rumah
Naning sudah seperti rumah sendiri. Masuk sesuka hati dan melakukan
apa saja tidak apa-apa sebatas itu kewajaran.Yuyun sudah memiliki
suami, tetapi entah kenapa hubungan mereka tidak harmonis layaknya
sepasang suami istri. Aku mengetahuinya setelah Yuyun menceritakan
kisah kehidupannya, dan hampir sering diceritakan apa yang terjadi
setiap harinya. Karena Yuyun selalu menelepon ke rumahku, itu biasa
dilakukannya apabila dia sedang bekerja di kantor pada saat jam
istirahat.

Kejadian ini bermula ketika dia berkunjung ke rumahku, sebelumnya dia
meneleponku apa aku ada di rumah atau tidak.
"Dhun... hari ini apa tidak ada acara?" tanyanya kepadaku.
"Tidak ada sih, emangnya ada apa Yun?" tanyaku balik.
"Nggak pa-pa, kalau tidak ada boleh nggak aku maen ke rumahmu?"
sambungnya.
"Oh, nggak pa-pa.. kalau maen ke rumah, silakan aja," jawabku.
"Tapi saya datangnya sendiri, nggak bersama adikku (maksudnya
Naning)."
"Oh ya, kutunggu ya.." jawabku.

Setelah telepon ditutup, aku hanya diam sambil mengerutkan dahi,
memikirkan ada apakah gerangan. Mudah-mudahan saja tidak ada sesuatu
yang terjadi ucapku dalam hati, dan aku bersiap menyambutnya dengan
membersihkan kamarku. Perlu diketahui bahwa aku dan Naning sering
bermain seks di kamarku, dan itu hampir setiap hari apabila Naning
sepulang kuliah mampir ke rumahku untuk mengambil jatah. Barang-
barang Naning kusembunyikan agar sang kakak tidak mengetahui ada
barang adiknya, seperti kutang, celana dalam, baju dan semua
keperluan wanita ada di kamarku.

Kamar belum selesai kubersihkan kudengar ada yang datang, aku
terkejut rupanya yang datang adalah Yuyun. Langsung aku gelagapan
dengan kedatangannya, kupikir paling agak siangan datangnya.
Sedangkan aku belum mandi dan masih ada pekerjaan lain yang harus
kuselesaikan, di rumahku apabila pada pagi hari sampai sore rumah
dalam keadaan kosong, hanya aku yang ada di rumah.

"Wah, lagi membersihkan kamar ya?" tanyanya yang membuatku terkejut,
karena persis di hadapan wajahku dia berbicara begitu aku membalikkan
badan. Harumnya sampai tak bisa kulupakan sampai sekarang, adiknya
saja harumnya sudah membuatku terlena apalagi sang kakak yang sudah
berpengalaman dalam hal mengurus tubuh.
"Iya nih, lagi bersih-bersih," jawabku, "Nggak kerja nih Yun?"
tanyaku.
"Iya, ntar lah belom lagi, kali-kali telat nggak pa-pa kan?" jawabnya
dengan suara menggoda sambil melangkahkan kaki ke dalam kamarku.
Yuyun langsung duduk di atas kasur dengan mengepitkan kedua pahanya
bersilang, terlihatlah paha putih mulus di hadapanku. Dengan
berpakaian dinas yang dikenakannya saja sudah membuatku berdegub
kagum apalagi tanpa mengenakan busana? tanyaku dalam hati. Aku hanya
dapat berimajinasi membayangkan yang ada di hadapanku. Sambil
berjalan di hadapannya aku bertanya, "Gimana kabarnya Mas Patria?"
Yuyun merebahkan badan di atas kasur dan menjawab, "Nggak tahulah
Dhun, mungkin aku mau minta cerai aja."
Aku berkata, "Jangan langsung begitu dong Yun.. ntar gimana dengan
keluargamu dan juga dengan dirimu sendiri?"Jawabnya hanya
singkat, "Nggak tahulah.. aku sudah pusing dibuatnya, Dhun. Mending
kita omongin yang lain aja," ajaknya.
Aku hanya menganggukkan kepala sambil mendekatinya kira-kira 1 meter
dari tempat dia tidur.

"Oh ya, mau minum apa nih?" tanyaku.
"Terserah aja Dhun, kalo bisa yang hangat-hangat, soalnya pagi itu
dingin sekali."
Aku langsung menuju dapur untuk menyiapkan minumannya, setelah itu
aku balik ke kamar. Kulihat dia membersihkan kamarku, kulihat dari
belakang indah sekali tubuhnya yang dilapisi dengan pakaian kerja
yang ketat.

"Aduh.. jangan dibersihkan.. entar aku aja yang bersihkan, ngerepotin
aja nih." kataku sambil menaruh minuman hangat di atas meja.
"Ngak pa-pa.. kok, itung-itung amal," katanya.
"Diminum airnya ya, aku mau mandi dulu, nggak enak nih baunya,"
kataku.
"Ya.. silakan aja mandi dulu ntar kita bicaranya biar bisa lebih
seger." jawabnya.
Aku berjalan menuju kamar mandi sambil terburu-buru meninggalkan
kamarku, dalam hatiku asyik juga pagi-pagi sudah ada yang nyamperin,
cewek cantik lagi. Kataku dalam hati.

Begitu selesai mandi aku langsung berlari menuju ke kamarku, alangkah
terkejutnya aku apa yang kusaksikan tepat di depan mataku. Aku hanya
terdiam menyaksikan pemandangan yang ada di hadapanku, sampai-sampai
aku tidak sadar bahwa aku masih agak separuh basah dengan handuk
hanya menutup bagian alat vitalku. Yuyun tepat berdiri di depanku
dengan mata yang bersinar, aku terdiam sejenak. Bermimpikah aku ini?
Ternyata tidak, Yuyun menarik handukku dan berkata, "Nah sekarang
kita udah sama-sama tanpa busana kan?" Katanya sambil menarik
tanganku menuju tempat tidur. Aku hanya terdiam sambil mengikutinya
tanpa tahu harus berbuat apa, dan bingung melihat Yuyun seperti ingin
melahapku. Aku dihempaskan di atas kasur dan langsung menindih
tubuhku, tubuhku yang dingin terasa hangat seketika karena suhu tubuh
Yuyun mengalir di sekujur tubuhku. Yuyun sambil menggerakkan
pingulnya seakan ingin membangkitkan gairahku, sebenarnya dari
pertama kali Yuyun datang aku sudah bernafsu sekali ingin menikmati
tubuhnya, tapi karena dia calon kakak iparku, aku hanya bisa
menghayalkan untuk bisa menikmatinya. Tapi sekarang Yuyun tepat di
atas tubuhku sambil menjilati tubuhku yang setengah basah oleh air.
Aku tak tahu apa yang kurasakan saat itu, tapi dalam benakku, ini
adalah kesempatanku atau suatu ujian untukku?

Melihat Yuyun dengan nafsunya yang membara, aku tidak mau kalah
dengan permainannya. Aku langsung mengangkat tubuhnya ke atas, dan
langsung melumat bibirnya. Sejenak kami berhenti melakukan aktifitas,
dan Yuyun berucap, "Puaskan aku Dhun." katanya dengan nafas setengah
berhenti. "Ya Yun.." kataku dengan kata yang membingungkan.
Selanjutnya kami melakukan pergumulan yang tak terbendung lagi,
karena kami sama-sama haus kenikmatan.

"Apakah Naning tidak marah dengan perbuatan kita ini Dhun?" tanyanya
sambil menatap mataku.
Jawabku hanya singkat, "Tak usah dipikirkan, aku akan membuat kamu
puas dan tak akan pernah kamu lupakan."
"Benar Dhun?" tanyanya lagi.
"Yaaa.." dan aku langsung melahap puting susunya yang sudah
menantangku sejak tadi. Tangan kananku bergerak ke paha dan bokongnya
yang berisi, empuk ntah apa namanya, tanganku terus bergerak untuk
mencari-cari daerah yang membuatnya nikmat dan membuatnya nyaman.
Sedangkan tangan kiriku sudah sedari tadi menempel di susunya yang
montok, dan mulutku terus memainkan lidah di puting susunya. Kulihat
Yuyun sudah mulai terangsang, dengan mendengarkan suaranya yang
menahan kenikmatan yang dirasakanya. "Sssstt.. ach.." terdengar dari
mulutnya yang masih terlihat merah meskipun agak memudar dengan
lapisan lipstiknya. Tapi kuyakin bahwa dia merasakan nikmat dengan
perlakuanku seperti ini.

"Teruskan Dhun, yang keras isapnya, teruskan.." dengan nafas terputus-
putus, aku semakin menegang dengan gerakannya yang seperti orang
kehilangan kendali. Sekali-kali aku menjilati lehernya dan daun
telinganya, dan aku tidak berhenti sampai di situ, kulihat dia seakan
sudah menyerahkan segala kendali permainan kepadaku, dengan leluasa
aku menjilati bagian wajah sampai payudaranya. Kurasakan Yuyun
memegang kemaluanku dengan tangan kanannya, kemudian dia
berucap, "Wah besar juga punyamu Dhun..." sambil menggerakkan
tangannya dengan cara mengocokkan kemaluanku. Setelah keadaan sudah
memungkinkan, aku memerintahkan dia untuk menjilati kemaluannku. Dan
Yuyun langsung mengarahkan wajahnya ke kemaluanku, dengan sedikit
agak takut Yuyun mulai memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya, dan
itu kunikmati dengan nikmatnya. Kemudian tangan kananku kuarahkan
meraih susunya yang menjuntai seperti buah mangga yang masih hijau,
tak berapa lama berganti dia mengarahkan kemaluannya ke arah mulutku.

"Ayo Dhun dijilat," katanya, sambil menggoyangkan pinggulnya. Aku
melihat rerumputan lebat tepat di hadapanku, langsung saja kulumat
dengan nikmatnya. Yuyun mengerang agak keras supaya aku lebih dalam
menjilati kemaluannya, kurasakan banyak sekali cairan yang agak masin
tapi tidak begitu masin, entah apa rasanya yang jelas aku terus
menjilati, terutama bagian saluran kemihnya. Yuyun menjerit, "Aachh..
enaknya Dhun.. aku udah nggak kuat nihhh..." sambil dikepitkan kedua
pahanya di wajahku dan kurasakan banyak cairan mengalir deras.
Setelah itu Yuyun mulai kembali seperti orang kehilangan kendali,
dengan sigap Yuyun mengambil alih posisi permainan. Diarahkan
kemaluanku dengan kemaluannya, sementara aku di bawah mencari arah
yang tepat untuk bisa meluncur ke dalam kemaluannya. Dengan sedikit
gerakan aku sudah bisa menemukan lubang masuknya dan dengan
perjuangan agak keras untuk memasukkannya.

"Aduh.. besar sekali sih, jadi sulit masuknya," ucap Yuyun kepadaku
sambil menahan dengan bibir digigit. Aku tidak tahu kalau punyaku
besar, mungkin karena Yuyun biasa melihat punya suaminya yang lebih
kecil dari punyaku.
"Iyaa Dhun, punyamu lebih besar dari punya patrol," katanya dengan
memejamkan mata seakan ingin menghabiskan seluruh tenaganya.
"Masa sih.." jawabku, dan aku terus menyuruh dia untuk menggoyangkan
pinggulnya.
"Trus Yun.. enak Yun.. Sssttt..." dengan menghisap nafas dari mulutku.
"Achh Dhun.. enak sekali nihh, aku udah nggak tahan lagi.."
Aku merasakan bagian kemaluanku seakan terjepit terlalu keras,
mungkin dikarenakan punyaku memang besar. Tapi memang kuakui kemaluan
Yuyun begitu enak sekali, lembut seperti ada yang menggigit dari
dalam.

Yuyun mulai kelihatan seperti hendak mencapai orgasme, "Dhun.. achh..
Dhunn.. enaakk.." Aku terus menghentakkan pinggulku dari bawah ke
atas, dan itu membuat Yuyun semakin menggelinjang dengan menjambak
rambutnya. "Ahh.. udahh nggak tahan.. aku keluar nihh.. Dhun..
aaahh.." dengan jeritan agak panjang Yuyun mendekap tubuhku dengan
kukunya mencakar punggungku. Sesaat Yuyun terdiam mengejang,
sementara kurasakan di kemaluanku terasa sesuatu cairan mengalir,
secara perlahan kumainkan pinggulku agar senjataku tetap pada
kondisinya. Yuyun bangkit dan berkata, "Aku ingin lagi Dhun.. dan ini
aku ingin permainan kita yang lama yaaa.." Aku hanya menganggukkan
kepala saja sebab mau bilang apa karena itu juga yang kuinginkan.
Sekarang kuambil alih posisi permainanku, Yuyun di bawah dan aku
beraada di atasnya. Kedua kaki Yuyun kurentangkan ke samping, dan
tampaklah rerumputan yang agak lebat tapi jelas terlihat kemerah-
merahan. Tanpa menunggu aba-aba, Yuyun telah siap menerima kedatangan
senjataku dengan menggerakkan sedikit agar lancar masuknya. "Cepetan
Dhun masukkan, aku udah nggak sabar nih.." katanya sambil setengah
memejamkan mata. Aku hanya diam tidak mendengarkan lagi kata-katanya.
Pelan-pelan aku menggerakkan senjataku maju mundur secara teratur.
Erangan suaranya terdengar sayup tapi membuat gairah seksku
bertambah, begitu kugerakkan maju, "Aaaachh.. duuhh.." begitu suara
yang terdengar dari mulutnya. "Aduh Dhun.. aku udah nggak kuat nihh..
cepetan yaa.. aku udah nggak tahan." katanya dengan tangan
menggenggam sprei kasurku. "Iya.. bentar lagi nihh.. aku juga mau
keluar," kataku balik.
Aku terus melancarkan senjataku makin lama
makin cepat kugerakkan senjataku. "Aacchhh Dhunn.. aaadduuhh nggak
tahan lagiii.." dan dengan gerakan semakin cepat akhirnya kurasakan
rangsangan pada kemaluanku yang akan mengeluarkan lahar panas. "Yun,
aku mau keluar nihh.." kataku terputus-putus. "Yaaa, bareng kita
keluarnya yaaa.. aaachhh.. sssttt.. nggak tahan nihh.. satu..
duaaa.." Yuyun menghitung dengan jarinyaa dan, "Tiigaaa.. aaahhh..
Dhunn.." dan, "Yuuunnn.. aaahhh.." aku mengeluarkan spermaku di dalam
vaginanya, sesaat aku dan Yuyun terdiam setelah himpitanku ke tubuh
Yuyun, kemudian aku membalikkan badanku. Entah kenapa senjataku
dihisap oleh Yuyun dan membersihkannya.

"Terima kasih ya Dhun, kamu telah memuaskanku," katanya.
"Ohh.. aku yang berterima kasih dong," jawabku.
"Kamu nggak akan memberitahukan kejadian ini ke adikku kan?" tanyanya.
"Untuk apa aku menceritakan ini? Toh nggak ada untungnya kan?" kataku.
Sejak kejadian itu setiap pagi sebelum berangkat ke kantor, Yuyun
selalu mampir ke rumahku dan yang jelas pasti kami berdua
melakukannya.
Desahan Yuni..Customerku..

Saat ini aku hampir menjadi seorang insinyur elektro, sekarang sedang
menunggu wisuda. Sambil menunggu wisuda, aku dan beberapa temanku
membuka toko komputer. Kejadian ini terjadi pada bulan Agustus 2000.

Pagi itu sekitar jam 10 pagi, aku sedang membuat proposal penawaran
untuk pemda Wonogiri. Sebuah Vitara putih tiba-tiba masuk di halaman
kantorku, seorang cewek WNI keturunan berumur sekitar 20 tahun,
tinggi sekitar 165 cm mengenakan kaos ketat warna biru muda keluar
dari dalam mobil.
"Selamat pagi Mas", katanya.
"Selamat pagi, silakan duduk.., Ada yang dapat saya bantu?", sahutku
sambil bersalaman dan menyiapkan sebuah kursi yang masih berada di
pojok ruangan. Terasa dingin dan sangat lembut ketika aku meremas
tangannya.

Singkat cerita dia setuju membeli seperangkat komputer pentium
III/550 multimedia dan sebuah bjc-2000 yang saat itu seharga 6,6 juta.
"Ini saya baru bawa 5 juta, sisanya besok bisa Mas?", tanya dia.
"Oh.., nggak apa-apa", jawabku, sebenarnya dengan uang muka seratus
ribu pun aku juga bersedia.
"Maaf, Mbak namanya siapa, ini untuk mengisi kwitansinya", tanyaku.
"Yuni, lengkapnya Yuni *****", sahutnya. Dia juga memberikan alamat
dan nomor HP-nya.

Saat itu juga setelah kuselesaikan pembuatan penawaran, aku langsung
merakit komputer yang dia pesan. Dalam tiga jam aku selesai merakit
plus menginstall program yang diperlukan. Satu jam kemudian setelah
aku selesai makan siang yang sudah agak sore, aku iseng-iseng telepon
Yuni.
"Mbak.. ini komputer yang Mbak pesan udah selesai, sewaktu-waktu
dapat diambil", kataku membuka pembicaraan.
"Aduh cepat sekali Mas, ini saya juga baru ngambil uang di bank, oh
ya Mas.. sekalian modemnya ya.. nambah berapa?", tanyanya.
"Kalau internal Motorola 140 ribu Mbak", jawabku.
"Ya udah yang itu saja, tetapi tolong Mas yang pasangkan ke rumah
saya, masalahnya saya nggak bisa masang sediri..", pintanya.
"Ya.. kalo begitu nanti jam 7 malam saya akan datang ke rumah Mbak",
Sahutku.

Selesai mandi aku membayangkan wajah Yuni, mirip dengan salah satu
bintang film mandarin tapi siapa aku tidak tahu namanya. Berwajah
oval, rambut sebahu berhigh light merah, kulitnya yang putih bersih
benar-benar sangat manis. Selesai berdandan dan sedikit minyak wangi,
aku menyalakan Suzuki Carretaku dan meluncur ke perumahan Solo Baru,
sebuah kompleks perumahan yang cukup elite di kota Solo.

Setelah sepuluh menit berkeliling kompleks, akhirnya aku menemukan
alamatnya. Terlihat Vitara putih di dalam garasi yang tidak tertutup,
setelah yakin alamatnya benar maka aku pencet bel yang berada di
balik pagar besi yang terkunc
i. Seorang perempuan setengah baya
keluar dan membuka pintu pagar sambil berkata, "Mas yang mau ngantar
komputer ya, silakan masuk dulu Mas, Mbak Yuni baru mandi". Aku tidak
langsung masuk tetapi mengambil barang-barang pesanan Yuni dan aku
letakkan di teras depan. "Barang-barangnya disuruh langsung dipasang
ke kamar Mbak Yuni Mas", perempuan itu menyusulku ke mobil saat aku
mengambil barang terakhir, yaitu keyboard, mouse dan nota
penjualan. "Ini kamar Mbak Yuni", kata perempuan itu sambil
mengantarkanku menuju ke suatu ruangan berukuran 4 x 4 meter. Tidak
terlalu luas tetapi cukup tertata rapi dan barang-barang yang lumayan
mewah menghiasi kamar. Bau parfum ruangan berjenis apple samar-samar
tercium hidungku. Tanpa membuang waktu aku merakit komputer di meja
yang telah dia siapkan sebelumnya.

Saat merakit instalasi printer, Yuni masuk kamar, tercium harum bau
sabun mandi. Terlihat Yuni hanya mengenakan daster warna kuning tanpa
ritsluiting dan tanpa lengan baju (model you can see). Lengannya yang
putih mulus dan bentuk badannya yang ramping mengigatkanku pada Novi
(cinta pertama) tetapi badannya lebih gedean Novi sedikit. Sesaat aku
terdiam memandangnya, dia hanya tersenyum saja memperlihatkan giginya
yang putih dan berjajar rapi.

"Udah selesai Mas?", tanyanya membuatku sedikit kaget.
"Oh.. sebentar lagi Mbak, ini baru pasang printer", jawabku.
"Mas, jangan panggil aku Mbak, panggil saja Yuni", katanya.
"Kamu kuliah di mana?", tanyaku.
"Di Akademi **** (edited), semester 3", jawabnya.

"Stop kontaknya mana Yun?", tanyaku.
"Itu di bawah meja", jawabnya.
"Kok sepi, di mana ortumu?", tanyaku.
"Aku di sini tinggal bersama kakakku, Papi sama Mami tinggal di
Surabaya, kakakku sudah tiga hari di Semarang ikut seminar untuk
syarat mengambil dokter spesialis", jelasnya.
"O.. kakakmu dokter ya.., terus perempuan itu pembantumu?", aku terus
bertanya.
"Iya, dia membantu dari pagi sampai jam 7 malem setelah itu pulang ke
rumahnya kira-kira 300 meter dari sini", jelasnya.

"Nah.. udah siap silakan kalo mau coba", kataku setelah layar monitor
memperlihatkan logo WIN 98.
"Oh ya.. Mas mau minum apa?", tanyanya setelah menunggu logo WIN 98
berubah menjadi gambar Titanic.
"Ah.. apa aja mau kok", kataku sambil tersenyum.
Dia berjalan keluar kamar, saat dia berjalan itu samar-samar kulihat
pantatnya yang tidak terlalu besar tetapi terlihat padat dan kenyal.
Dia kembali dengan membawa segelas es jeruk dan meletakkan di samping
ranjangnya yang memang terdapat meja kecil dan sebuah telpon.

"Wah sayang aku belum ngedaftar ke ****net ", katanya.
"Oh.. kamu mau nyoba pakai internet, kalo gitu untuk sementara kamu
boleh pakai punyaku", kataku sambil aku mulai mengisi user name dan
password.
"Eh.. Mas.. kalo mau lihat gambar-gambar artis Indonesia yang
telanjang alamatnya di mana sich", katanya tanpa malu-malu.
Selanjutnya kuberi tahu alamat-alamat situs porno sambil aku
memperlihatkannya. Terlihat Yuni Shara sedang bercinta dengan
seseorang, melihat adegan tersebut matanya yang agak sipit dan bening
terus melotot sambil menelan ludah, aku hanya tersenyum menyaksikan
ekspresi wajahnya yang lucu sangat manis terpaku memandangi adegan
itu.

"Kalo kamu mau baca cerita-cerita erotis, ada di sini..", kataku
sambil mengetik www.17tahun.com dan mulai masuk ke salah satu cerita
erotis, dengan seksama dia membacanya dan aku juga membaca tentunya.
Saat dia tengah membaca, dia mendekatkan kursinya di sampingku sambil
sesekali dia meletakkan salah satu kakinya di atas kakinya yang lain.
Dan batang kemaluanku pun mulai bereaksi dan.. aduh, kelihatan sekali
kalau batang kemaluanku sedang tegang. Dia melirik ke bawah, aku
berusaha menyembunyikannya, dan dia hanya menarik nafas dalam-dalam
sambil tersenyum kecil.

Setelah beberapa saat berselancar keliling dunia, kuputuskan hubungan
ke internet.
"Mas.. ini udah bisa dipakai nonton film?", tanyanya.
"Iya, kamu punya CD (compact disk) film nggak", tanyaku sambil aku
berusaha menempatkan batang kemaluanku agar berada pada posisi
vertikal setelah terangsang dengan cerita tadi.
"Sebentar, aku carikan dulu ke kamar kakak", jawabnya sambil keluar
kamar.
"Ada sich, tapi.. adanya ini punya kakak", dia berkata sambil
memperlihatkan VCD semi porno dengan judul Kama Sutra versi Barat.
"Ya.. nggak apa-apa kan cuma nyoba, tapi pembantumu tadi di mana?",
tanyaku sambil melongok ke arah pintu.
"Oo.. dia udah pulang tadi waktu aku selesai mandi dan masuk ke
sini", jawabnya.

Terlihat adegan yang sangat romantis pada layar monitor, tidak
seperti film-film porno lain, adegan dalam film ini sangat lembut dan
romantis. Sebenarnya aku sudah terbiasa menonton film-film seperti
ini, tetapi jika ditemani makhluk manis seperti ini jantungku
berdebar sangat kencang. Sesekali kulirik dia yang sedang menyaksikan
adegan tersebut. Terlihat sesekali dia membasahi bibirnya yang
berwarna merah delima dengan lidahnya. Ingin sekali sebenarnya aku
mencium bibirnya. Baru sekali aku merasakan bersetubuh dengan pacar
pertamaku, dan keinginan itu saat ini sangat menggebu. Kulihat Yuni
mulai sering menggerakkan kakinya naik turun. Aku hanya menarik nafas
panjang dan kumundurkan kursiku sehingga berada sedikit di belakang
Yuni. Karena aku sudah tidak tahan lagi, dengan agak takut
kusenggolkan kakiku dengan kakinya.

Tidak kuduga sama sekali dia hanya diam, tanpa menungu lebih lama
lagi kakiku mulai naik turun di betisnya. Karena dia sepertinya tidak
keberatan kuperlakukan seperti itu, kuberanikan tanganku untuk
memegang tangannya dan dia juga menyambutnya dengan meremas tanganku.
Akupun mulai lebih berani, kuraba dadanya yang tidak begitu besar
tetapi sangat kencang dan padat terasa cukup keras. Saat kuraba
payudaranya terlihat dia terpejam sepertinya sedang menikmati apa
yang sedang kulakukan. Tangannya yang putih bersih mulai merayap
menuju pahaku, aku semakin terangsang hebat. Sementara tanganku masih
rajin meraba payudaranya, dan dia terpejam, perlahan kucium bibirnya,
kuhisap dengan lembut dan lidahku pun mulai masuk di antara gigi-
giginya yang putih berjarar rapi. Masih berasa pasta gigi saat
lidahku melumat bibirnya. Selanjutnya dia pun membalas dengan
memainkan lidahnya ke dalam mulutku. Lembut sekali bibir dan lidahnya.

Setelah beberapa saat aku menikmati bibirnya yang mungil, ciumanku
mulai berjalan menuju ke telinganya. Saat aku mungulum telinganya,
dia mendesah dan mengangkat kepalanya, sepertinya dia kegelian.
Kulepaskan ciumanku dan aku mulai mencumbu lehernya yang putih dan
berbau harum sabun mandi, sementara tanganku masih terus meraba
payudaranya dengan lembut. Perlahan ciumanku aku turunkan di dada
bagian atas dan tanganku mulai melepaskan tali yang mengantung pada
lengannya. Setelah aku berhasil melepaskan tali dari dasternya, maka
daster bagian atasnya mulai menurun dengan sendirinya. Terlihat bukit
yang masih tertutup BH berwarna krem. Saat aku mulai mencium
payudaranya bagian atas, perlahan-lahan dia berdiri dan spontan aku
menarik ciumanku, agak takut aku waktu itu, kupikir dia akan marah.
Tetapi setelah dia berdiri tegak, semua dasternya melorot ke bawah
dan tampak dia berdiri setengah telanjang hanya menggenakan BH dan
celana dalam berwarna putih. Sepertinya dia tidak marah malah dia
tersenyum kecil, saat itu aku berpikir mungkin dia penganut aliran
seks bebas. Ah masa bodoh, yang penting keinginanku dapat kesampaian
dan aku tidak memaksanya.

Perlahan aku mulai berdiri di hadapannya, kupandangi tubuhnya yang
setengah telanjang dengan seksama. Indah sekali tubuhnya, dari wajah
sampai ujung kaki semuanya berbalut kulit berwarna putih bersih khas
kulit WNI keturunan. Perlahan kudekati dia dan kucium bibirnya untuk
yang kesekian kalinya. Senang sekali aku menikmati bibirnya yang
mungil dan berwarna merah delima. Sambil aku melumat bibirnya kupeluk
dia sampai tubuh kami saling menyentuh. Tanganku yang berada di
punggungnya mulai berusaha melepaskan BH, tapi sulit bagiku, aku
tidak berhasil karena BH yang dia pakai lain dengan yang pernah
dipakai Novi. Sepertinya dia tahu kalau aku kesulitan membuka BH-nya,
dan akhirnya dia sendiri yang membuka. Setelah BH-nya terlepas
terlihat dua buah bukit yang berwarna putih dengan puting berwarna
coklat muda menggantung dengan kencang.

Kubopong dia ke tempat tidur dan kurebahkan dia ke sisi tempat tidur.
Saat itu dia berada di atas tempat tidur dan aku berada di lantai.
Perlahan kuraba payudara bagian kiri dengan tangan kananku, sementara
lidahku mulai memainkan puting susunya yang sebelah kanan sambil
sesekali kuhisap putingnya. Kulihat dia terpejam dan menggigit bibir
bagian bawah sementara kedua tangannya menarik-narik rambutnya
sendiri, sepertinya dia sangat menikmati permainan ini.

Saat kedua tangannya memegang rambutnya, terlihat ketiaknya yang
sangat bersih tanpa ditumbuhi bulu karena mungkin sering dicukur.
Selanjutnya hisapanku mulai bergeser sedikit demi sedikit ke sisi
payudaranya, dan kulanjutkan jilatan dan hisapanku ke atas menuju
ketiaknya dan tangan kananku berganti memainkan payudara bagian
kanan. Saat lidahku menyapu ketiaknya dia sedikit
berteriak, "Akhh..". Aku lanjutkan dengan menghisapnya dan dia
semakin mendesah keras dan kedua kakinya merapat saling menindih.
Terlihat dia menegang untuk beberapa saat, kemudian mulai melemas
sepertinya dia telah mencapai orgasme untuk yang pertama.

Terlihat titik-titik keringat muncul di dahinya, aku melepaskan
gigitanku dan dia duduk sambil tangannya menyentuh rambutku dan dia
meraba wajahku dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya
membersihkan keringat yang ada di dahinya. Setelah dia meraba bagian
wajahku, jari-jarinya menyentuh bibirku dan dengan ibu jarinya dia
mengusap-usap bibirku dan berusaha memasukkan ibu jarinya ke dalam
mulutku. Aku tidak menolak, kukulum ibu jarinya dengan lembut, dan
jarinya yang lain mulai menyusul masuk ke dalam mulutku, kukulum satu
persatu jari-jarinya yang putih.

Perlahan dia menarik tangannya dan mulai membuka kacing-kancing
kemejaku. Perlu pembaca ketahui jika aku berada di tempat customer
aku selalu mengenakan kemeja dan sepatu, tetapi sepatu dan kaus
kakiku telah kulepas di depan rumahnya. Setelah semua kancing
kemejaku terlepas, aku berdiri dan membuka kemejaku. Selajutnya
kubuka sendiri ikat pinggang dan celana panjangku sampai aku hanya
memakai CD yang telah menjadi ketat karena terdesak oleh batang
kemaluanku yang menegang keras. Selanjutnya kubuka CD-ku sendiri
sehingga kini aku telah telanjang bulat.

Terlihat batang kemaluanku tegak berdiri dengan arah agak vertikal,
perlahan kudekatkan batang kemaluanku ke wajahnya dengan harapan dia
akan menghisapnya, tapi sepertinya dia tidak mengerti maksudku,
karena dia hanya memandang saja. Selanjutnya dengan tangan kananku
memegang batang kemaluan dan tangan kiriku membelai rambutnya, aku
usap-usapkan batang kemaluanku ke wajahnya, lagi-lagi dia belum
mengerti keinginanku, dia hanya memejamkan mata. Karena sudah tidak
sabar kuusapkan kepala batang kemaluanku ke bibirnya dan aku berusaha
memasukkan batang kemaluanku dan akhirnya dia mau membuka mulutnya.

Perlahan kudorong batang kemaluanku agar masuk lebih dalam lagi,
terasa lidahnya yang lembut menyentuh kepala batang kemaluanku.
Sepertinya dia mulai mengerti apa yang kuinginkan, selanjutnya
lidahnya mulai menyapu kulit batang kemaluanku dari pangkal sampai
ujung berulang-ulang sambil sesekali mengulumnya, terasa sangat
lembut, hangat dan sangat nikmat sampai-sampai merinding seluruh
tubuhku. Sepertinya dia menyukai batang kemaluanku karena lebih dari
lima menit dia menikmati batang kemaluanku sampai kakiku kelelahan
berdiri, akhirnya aku mengambil posisi 69 dengan posisi miring.

Sementara dia mengulum dan menjilati batang kemaluanku, aku mulai
membuka CD-nya yang sedikit basah. Terlihat rambut-rambut halus
menutupi kemaluannya sebelah atas. Aku terus menurunkan CD-nya sampai
terlepas, selanjutnya kucium dan jilati paha bagian dalamnya sampai
mendekati liang kewanitaannya. Lain dengan Novi, bibir liang
kewanitaan Yuni berwarna cenderung merah hati. Aku sapukan lidahku ke
lubang kenikmatannya yang telah mengeluarkan cairan bening, terasa
agak gurih.

Saat kubuka liang kewanitaannya dengan tangan kiriku, terlihat liang
kewanitaannya sangat sempit dan sepertinya dia masih perawan karena
bentuk bagian dalamnya persis seperti kepunyaan Novi. Mengetahui dia
masih perawan, aku semakin semangat menikmati liang kewanitaannya.
Kurenggangkan kedua pahanya, kusapukan lidahku dari anusnya dan
sedikit demi sedikit naik menuju lubang kemaluannya dan akhirnya
sampai pada klitorisnya. Kujilati dan kuhisap klitorisnya berulang-
ulang, kuturunkan lidahku ke lubang senggamanya dan cairan bening
mulai mengalir dari liang kewanitaannya. Kemudian kuhisap dalam-dalam
cairan yang keluar tersebut dan kukeluarkan di daerah klitorisnya
sambil terus kujilati dan kuhisap klitorisnya.

Setelah puas menikmati klitorisnya, kini lidahku mulai menyapu liang
kewanitaannya, dan lidahku kumasukkan ke dalam liang kewanitaannya
yang sempit tersebut. Sampai akhirnya dia melepaskan hisapan pada
batang kemaluanku dan untuk yang kedua kalinya dia menegang dan
perlahan keluar cairan bening dari dalam liang kewanitaannya yang
selanjutnya kuhisap dan kutelan sampai habis.
Aku melihat Yuni yang kelelahan, aku bangkit dan duduk di samping
tubuhnya yang telah lemas dan karena aku belum mencapai orgasme,
kuambil posisi di atasnya dan dengan tangan kananku, kubimbing batang
kemaluanku agar dapat masuk ke dalam liang kewanitaannya. Saat
kugesek-gesekkan batang kemaluanku pada liang kewanitaannya, tangan
kanannya menahan agar batang kemaluanku berhenti. "Tolong Mas jangan
dimasukin, aku takut, aku belum pernah melakukannya", ucapnya dengan
lirih. Mendengar itu aku jadi iba juga, kutarik batang kemaluanku
dari permukaan liang kewanitaannya, dan aku kembali duduk di
sampingnya dengan tanganku mengocok batang kemaluanku yang masih
tegang. "Aku kulum saja ya Mas, boleh nggak?", tanyanya sambil tangan
kanannya meraih batang kemaluanku. Aku hanya mengangguk, selanjutnya
dia bangkit dari tidurnya dan duduk berhadapan denganku, dia
tersenyum dan mencium bibirku sejenak.

Kemudian dia menunduk dan mulai mendekati batang kemaluanku, dia
sapukan lidahnya dari kepala batang kemaluan sampai pada pangkalnya
berulang ulang. Aku hanya merintih menahan nikmat, aku heran juga
kenapa dia nggak capek ya.. Yuni terus memainkan lidahnya sambil
sesekali mengulum kepala batang kemaluanku. Kuakui kulumannya sangat
nikmat karena batang kemaluanku masuk cukup jauh ke dalam mulutnya.

Setelah beberapa saat aku menahannya, akhirnya "Akhh.. aku mau
keluar", ucapku sambil meremas payudaranya dan maniku keluar memenuhi
mulutnya dan sebagian membasahi wajahnya yang manis. Setelah menelan
maniku yang ada di dalam mulutnya, dia melanjutkan mengulum dan
membersihkan batang kemaluanku yang basah dengan lidahnya. Sampai
batang kemaluanku melemas pun dia masih terus mengulumnya sampai
batang kemaluanku terasa geli. Karena kegelian, kusuruh dia
melepaskan kulumannya. Kemudian kuangkat dagunya hingga wajahnya
berhadapan denganku, masih terlihat sisa-sisa maniku di sisi kiri
bibirnya yang mungil menetes ke dagunya. Kuusap maniku yang membasahi
hidung dan pipinya dengan jariku dan akan kuusapkan pada CD-nya,
tetapi dia ingin menelannya, sehingga jari-jariku dilumatnya hingga
mani yang kupegang habis. Sepertinya dia sangat menyukai maniku, enak
kali ya..

Sepertinya dia kelelahan, dia berbaring telentang menatapku dengan
tanpa selembar kainpun menutupi tubuhnya. Kupandangi lagi tubuhnya
yang telanjang dari ujung rambut sampai ujung kaki. Terlihat titik-
titik keringat keluar dari sekujur tubuhnya, terlihat semakin indah.
Aku menarik nafas panjang dan kucium bibirnya yang mungil, masih
terasa sisa-sisa maniku di bibirnya, terasa gurih tetapi lebih kental
dari maninya.

Saat kulihat sudah pukul 10.30 malam, aku segera berpakaian,
mematikan komputer dan pamit pulang. Dengan malas diapun bangkit dan
mengenakan dasternya tanpa memakai CD dan BH.
"Mas uang kekurangannya belum aku siapkan, mau tunggu sebentar?",
katanya.
"Ah.. besok saja udah malam nih takut ditanya macam-macam sama
satpam", kataku.
Sebenarnya maksudku adalah agar aku dapat datang lagi dan main
dengannya seperti yang baru saja kami lakukan. Untuk yang terakhir
kalinya pada malam itu kucium bibirnya. Aku start mobilku dan
meninggalkan rumahnya. Dalam perjalanan aku heran juga, bagaimana dia
bisa mempertahankan keperawanannya jika dia sudah bermain sejauh itu.
Dalam hati aku yakin jika suatu saat nanti dia akan mennyerahkan
keperawanannya padaku.

Semenjak kejadian malam itu aku selalu teringat dengannya. Hampir aku
tidak percaya jika aku pernah bercumbu dengan seorang WNI keturunan
yang berwajah sangat manis. Tetapi karena kesibukanku ikut tender,
aku jadi belum sempat menghubungi Yuni. Kejadian ini berlangsung
empat hari setelah malam yang indah itu.
Sore itu sekitar jam 15.30 aku baru datang dari luar kota. Aku ke
kantor dan menyerahkan berkas-berkas dan revisi penawaran kepada dua
orang temanku, sedangkan aku langsung masuk ke ruang service dan
tidur. Seperempat jam kemudian aku mendengar seorang temanku
berkata, "Wah Doel, ada makhluk cakep datang.. ck.. ck.. ck.. indah
bener nih cewek". Karena aku sangat capek, aku tidak begitu
menggubrisnya dan aku tetap tidur sampai salah seorang temanku
membangunkanku. "Hai Doel.. bangun.. dicari makhluk indah tuh.." kata
temanku sambil menendang pelan kakiku. Oh ya, aku mendirikan toko
komputer bersama dua orang temanku, dan kami sama-sama memanggil
dengan julukan Doel.

"Siapa sih.. aku capek banget nih.." kataku sambil bangkit untuk
duduk.
"He.. Doel, Yuni itu WNI keturunan ya.. mana cakepnya selangit lagi,
kok kamu diam aja sih", umpat temanku.
Tahu kalau yang datang Yuni, hilang semua rasa capekku, segera aku
keluar untuk menemuinya.
"Hai Yun pa kabar.. sorry nih beberapa hari ini aku sibuk banget",
sapaku.
"Ah.. aku yang sorry nih baru ngelunasi sekarang", katanya.
"Iya.. iya.. udah selesai udah aku urusin, mendingan sekarang kamu
tidur lagi aja", sahut temanku sambil ketawa.

"Bagaimana, ada masalah dengan komputernya, kamu udah daftar belum?"
tanyaku.
"Nggak ada masalah dengan komputernya, tapi aku belum daftar",
jawabnya.
"Sekarang kamu mau ke mana, aku anterin daftar mau nggak", ajakku.
Dia mengangguk, kedua temanku cuma bengong melihat aku sudah sangat
akrab dengannya.
"Pakai mobilku aja nggak apa-apa Mas", katanya.
"Sebentar, aku cuci muka dulu ya", sahutku sambil berjalan ke
belakang.

Selesai cuci muka aku titipkan mobilku pada salah seorang temanku.
"Heh.. Doel, mau pergi ke mana kamu?" tanya temanku setelah aku
menyerahkan kunci mobilku padanya.
"Alah.. udah kamu jalan-jalan yang jauh sana pake mobilku, ini urusan
orang dewasa, kamu nggak boleh ikut-ikut", kataku sambil mengajak
Yuni keluar.
Permisi Mas.." kata Yuni sambil keluar menuju pintu.

"Sekarang kamu mau ke mana?" tanyaku setelah selesai daftar.
"Nggak tahu, terserah Mas aja", katanya.
"Kakak kamu ada di rumah nggak?" tanyaku.
"Ada, emangnya kenapa?" dia balik bertanya.
"Nggak, aku cuma kangen ama kamu", kataku sambil tersenyum.
"Aku juga kangen ama Mas.. eh nama Mas siapa sih, aku malah belum
tahu nama Mas", katanya.
"Iya ya.. kita udah sangat akrab tapi kamu belum tahu namaku, namaku
Fafa", jawabku sambil aku memegang tangan kirinya.
"Kita ke mana nih.. Mas?" tanyanya sambil melambatkan laju mobilnya.
"Kalo misalnya kita nginap boleh nggak sama kakakmu?" kataku agak
ragu.
"Ya.. coba aku telpon dulu mungkin boleh asal Mas diam, jangan sampai
suara Mas kedengeran sama kakakku, eh memangnya kita mau nginap di
mana sih Mas", tanyanya sambil menepi dan menghentikan mobilnya.
"Kita sewa villa saja di Tawang Mangu", jawabku.
Yuni mengeluarkan HP dari tasnya dan meghubungi kakaknya. Setelah aku
tahu kalau kakaknya mengijinkan, aku sangat senang sekali dan mulai
dari jalan itu gantian aku yang pegang setir karena jalannya sempit
dan berliku-liku.

Satu jam kemudian aku sampai di lereng Gunung Lawu tersebut.
"Mas pernah sewa villa di sini ya?" tanya Yuni.
"Belum tuh, mungkin kita bisa tanya di rumah makan itu sambil kita
makan, aku udah lapar nih", kataku sambil menghentikan mobil ke
sebuah rumah makan. Untungnya pemilik rumah makan tersebut juga
menyewakan villa yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumah makan
tersebut.

Keinginanku untuk bercumbu dengannya mengalahkan ongkos sewa villa
yang lumayan tinggi yaitu 200 ribu per malam. Sebuah rumah mungil
dengan dua kamar tidur yang masing-masing terdapat sebuah kamar
mandi. Saat kami masuk ke villa yang berada di tepi sebuah bukit
tersebut, matahari hampir terbenam. Kami memilih satu kamar yang
meghadap langsung ke tebing. "Aku mandi dulu ya.." kataku sambil
melepaskan semua pakaianku dan masuk ke dalam kamar mandi. Saat aku
membersihkan badanku dengan sabun, kulihat pintu kamar mandi yang
memang tidak kukunci telah terbuka. Kulihat Yuni telah telanjang
menyusulku masuk ke dalam kamar mandi. "Ikutan mandi ya Mas", katanya
sambil mendekatiku. Kulihat tubuhnya yang sintal dan padat terbalut
kulit putih bersih dengan dua buah bukit yang menggantung sangat
indah.

Dia mendekatiku dan mengusap wajahku dengan jari-jarinya yang lentik,
tampak air telah membasahi rambutnya. Setelah semua tubuhnya basah
oleh air, dia mematikan kran shower. Selanjutnya dia meraih sabun
yang masih kupegang. Aku diam ingin tahu apa yang ingin dia lakukan,
dengan sabun di tangannya dia mulai menelusuri lekuk-lekuk tubuhku.
Dari leher, dada, punggung, perut, batang kemaluan sampai ujung
kakiku dia gosok lembut dengan sabun. Kulihat batang kemaluanku telah
tegang, saat Yuni masih menggosok betisku, kutarik tangannya perlahan
agar dia berdiri. Setelah wajahnya berhadapan dengan wajahku,
kudekati bibirnya, kucium dengan hidungku, dan lidahku aku sapukan di
kulit bibirnya yang mungil. Dia hanya terpejam, selanjutnya lidahku
mulai kupermainkan di dalam mulutnya, dia membalas dengan menghisap
lidahku.

Aku melepaskan ciumanku, kuraih sabun yang masih di pegangnya.
Sekarang gantian aku yang menggosok seluruh tubuhnya. Mulai dari
leher dan ketika sampai pada payudaranya, kuputar-putarkan sabun di
sekitar payudaranya sambil sesekali kuremas dengan lembut.
Selanjutnya usapanku mulai mendekati sekitar liang kewanitaannya, aku
sapukan sabun di sekitar paha bagian dalam dan juga ke rambut
kemaluannya yang masih lembut.

Setelah selesai aku meratakan sabun di seluruh tubuhnya, kini kuraih
kran shower dan kuputar perlahan. Dengan guyuran air, kulumat
bibirnya dan kemudian ciumanku aku turunkan di payudaranya. Kuhisap
lembut kedua payudaranya secara bergantian, terlihat dia merapatkan
pelukannya sambil mendesis keenakan. Perlahan ciumanku berjalan
menuju ke liang kewanitaannya, kuhisap-hisap liang kewanitaannya
sambil lidahku masuk menerobos lubang yang sangat sempit itu. Karena
aku risih dengan air yang mengalir pada liang kewanitaannya, kuputar
kran sehingga air berhenti mengguyur tubuhnya. Setelah air berhenti
mengalir, kulanjutkan mempermainkan liang kewanitaannya. Kujilati
pahanya bagian dalam dan di sekitar liang kewanitaannya. Kudengar
Yuni merintih dan dia naikkan kaki kirinya di atas pundakku. Kini aku
dapat melihat dengan jelas lubang kenikmatannya yang terlihat sangat
kecil dengan bibir berwarna merah hati.

Kemudian kudekatkan mulutku di liang kewanitaannya dan kusapukan
lidahku di sekitar klitorisnya sambil sesekali kuhisap klitorisnya.
Kupindah sapuan lidahku dari klitoris menuju ke liang kewanitaannya,
kini pada lubang kemaluannya telah terasa agak asin. Aku terus
memasukkan ujung lidahku ke dalam lubang kemaluannya sambil
kupermainkan ujung lidahku ke atas dan ke bawah. Yuni mulai
terangsang hebat, dia menggerak-gerakkan pinggulnya sambil menekannya
ke bawah sehingga lidahku masuk lebih dalam lagi di liang
kewanitaannya. Sambil kupermainkan lidahku, kuhisap cairan bening
yang keluar dari liang kewanitaannya. Dia semakin cepat menggoyangkan
pinggulnya sambil tangannya menekan kepalaku, hingga aku hampir tidak
dapat bernafas. Aku tahu kalau dia hampir mencapai orgasme, hingga
kutarik lidahku dari liang kewanitaannya.
Aku ingin kami mencapai
organsme untuk yang pertama secara bersama-sama.

Saat kutarik lidahku dari liang kewanitaannya, kulihat Yuni terkejut
dan sepertinya dia agak kecewa. "Nanti kita sama-sama saja Yun biar
tambah asyik", kataku sambil tersenyum dan Yuni hanya tersenyum
kecut, sepertinya dia sangat kesal sekali. Kemudian aku berdiri dan
kucium bibirnya, dia hanya diam tidak memberikan respon. Kurasa dia
sedikit marah aku menggagalkan orgasmenya. Kasihan juga aku
melihatnya, selanjutnya kubopong dia ke tempat tidur dan kurebahkan
dia telentang, terlihat titik-titik air masih memenuhi tubuhnya yang
sangat indah.

Selanjutnya kucium bibirnya dengan lembut, dan kulanjutkan dengan
menyapukan lidahku di sekitar lehernya sambil kupermainkan
payudaranya dengan tangan kananku, sedangkan tanganku yang kiri
mengangkat tangan kanannya. Aku masih ingat ketika aku mencumbu di
sekitar ketiaknya yang mulus itu, dia sangat menikmatinya. Kemudian
sapuan lidahku kugeser menuju payudaranya sebelah kanan, sedangkan
payudara sebelah kiri masih kupermainkan dan sesekali aku meremasnya
dengan tangan kananku. Sambil kuhisap puting susunya, tanganku yang
kiri membelai dan mengelus ketiaknya. Selanjutnya sapuan lidahku
kugeser menuju ketiaknya yang sangat putih dan terlihat bersih. Aku
jilati dan sesekali kuhisap ketiaknya, kulihat dia mendesah keras,
sepertinya dia sangat menikmatinya. Tangan kananku kuturunkan menuju
pahanya, kuraba pahanya dengan lembut dan belaianku kulanjutkan ke
liang kewanitaannya. Kubelai-belai liang kewanitaannya dengan lembut
sambil sesekali kutusukkan ujung jariku ke dalam liang kewanitaannya,
terasa basah. Yuni semakin mengeliat dan menggerak-gerakkan kedua
kakinya.

Setelah aku tahu dia telah terangsang hebat, kutindih dia dan kulumat
lagi bibirnya. Kupegang kedua tangannya dan aku berusaha menusukkan
batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya. Yuni meronta sambil
merapatkan kedua pahanya sehingga batang kemaluanku tidak berhasil
menembusnya. "Kita main seperti dahulu saja Mas", bisiknya. Dengan
terpaksa kulepaskan kedua tangannya dan aku mengambil gaya seperti
dahulu yaitu gaya 69, tetapi kali ini aku meminta dia berada di
atasku.

Saat dia berada di atasku, kulihat daerah liang kewanitaannya merekah
dengan bibir berwarna merah hati dan lubang kemaluannya berwarna
merah muda. Tanpa pikir panjang kusapukan lidahku ke arah klitorisnya
sambil kuhisap dengan pelan. Aku merasakan dia mulai mengulum batang
kemaluanku dengan lembut, saat batang kemaluanku masuk ke dalam
mulutnya, terasa sangat hangat dan nikmat sekali. Aku terus menghisap
klitorisnya dan kemudian sapuan lidahku kugeser ke liang
kewanitaannya, kuhisap cairan bening yang keluar dari liang
kewanitaannya. Kusapukan lidahku dari liang senggamanya menuju ke
duburnya, terus kusapukan lidahku maju mundur.

Selanjutnya kumasukkan ujung lidahku pada lubang kemaluannya sambil
kupermainkan ujung lidahku. Yuni menggeliat dan dia menggoyangkan
pinggulnya maju mundur dengan sedikit tekanan ke bawah. Dia
mempercepat kulumannya pada batang kemaluanku, sepertinya Yuni akan
mencapai orgasme. Aku semakin mempercepat gerakan ujung lidahku untuk
menari di dalam liang kewanitaannya. Beberapa saat kemudian kedua
kakinya menegang dan dia menghisap batang kemaluanku dengan cukup
keras, kemudian aku merasakan cairan gurih telah menetes menuju
lidahku, aku terus melanjutkan gerakan lidahku sampai kedua pahanya
berhenti menegang. Yuni melepaskan hisapan batang kemaluanku dan dia
terkulai di paha kiriku, sementara lidahku terus menyapu bagian dalam
liang kewanitaannya hingga cairan yang keluar dari liang
kewanitaannya habis.

Beberapa saat kemudian aku bangun dan duduk bersandar pada papan
tempat tidur. Saat itu kulihat Yuni kelelahan dengan posisi tidur
tengkurap dan titik-titik air yang tadinya ada pada tubuh Yuni kini
berganti dengan titik-titik keringat sehingga terlihat pada pantatnya
yang putih dan kencang. Kemudian Yuni duduk di sampingku sambil
tersenyum dan tangan kirinya mengusap batang kemaluanku yang telah
berdiri tegak. Selanjutnya dia mencium bibirku dan dilanjutkan dengan
mencium leherku sambil tangan kirinya terus mempermainkan batang
kemaluanku.

Setelah selesai mencium leherku, kemudian mulutnya mulai mendekati
batang kemaluanku dan dia memulai sapuan lidahnya pada prostat-ku,
kemudian secara sangat perlahan dia naikkan menuju ujung batang
kemaluanku, agak geli tetapi sungguh sangat nikmat sekali. Gerakan
itu dia lakukan berulang-ulang hingga sekitar lima menit.

Selanjutnya dia mulai dengan mengulum ujung batang kemaluanku dan
melepaskannya untuk menyapukan lidahnya di sekitar kulit batang
kemaluanku. Gerakan itu juga dia lakukan berulang-ulang hingga
beberapa menit kemudian kutekan kepalanya agar batang kemaluanku
dapat masuk lebih dalam lagi ke dalam mulutnya, kemudian kuangkat dan
kubenamkan lagi sampai pada akhirnya ujung batang kemaluanku
mengeluarkan cairan kental berwarna putih. Tanpa kusuruh, dia masih
terus mengulum batang kemaluanku dan menggerakkan mulutnya ke atas
dan ke bawah, hingga kulihat spermaku menetes menuju prostat-ku,
mungkin dengan gerakan seperti itu Yuni tidak dapat menghisap
spermaku. Setelah sperma yang keluar telah banyak, dia melepaskan
kulumannnya dan dia sapukan lidahnya untuk membersihkan spermaku yang
tercecer di sekitar prostat-ku dan ada juga yang mengalir ke anus.
Yuni terus mencari-cari ceceran spermaku dengan lidahnya dan kemudian
dia telan.

Setelah selesai dia membersihkan spermaku yang tercecer, dia
melanjutkan dengan mengulum batang kemaluanku yang masih setengah
tegang. Aku biarkan dia terus mengulum batang kemaluanku meskipun
batang kemaluanku telah lunglai. Kulihat kepalanya disandarkan pada
perutku sambil mulutnya terus mengulum batang kemaluankku, aku tetap
mendiamkannya sampai akhirnya aku tahu dia telah tertidur dengan
mulutnya masih mengulum batang kemaluanku. Karena aku capek duduk,
perlahan kulepaskan batang kemaluanku dari mulutnya, dia menggeliat
tetapi matanya masih tertutup, sepertinya dia sangat capek sekali.
Aku pindah tidurnya ke tengah tempat tidur, kurubah posisi tidurnya
dari tengkurap menjadi telentang. Karena aku juga sangat capek,
akhirnya aku juga tertidur di sisinya sambil memeluknya.

Beberapa jam kemudian aku merasakan kerongkonganku sangat kering, aku
terbangun dan langsung menuju ke dispenser yang berada di sudut
ruangan. Setelah aku meminum beberapa teguk air dingin, aku kembali
menuju tempat tidur. Saat aku akan kembali ke tempat tidur, aku
melihat tubuh Yuni yang telanjang tidur dengan telentang.
Dengan
rambut yang sedikit acak-acakan, wajahnya yang sangat manis masih
terlelap tidur. Aku terus memandangi tubuhnya yang indah, payudaranya
yang tidak terlalu besar tetapi terlihat sangat kencang dengan puting
susu yang berwarna coklat muda sangat enak dipandang. Perut dan
pinggulnya yang terlihat sangat serasi dibalut kulit putih mulus
sangat indah. Kaki kanannya lurus sedangkan kaki kirinya ditekuk
sehingga liang kewanitaannya yang ditutupi bulu-bulu halus terlihat
dengan jelas. Sungguh suatu pemandangan yang menakjubkan, begitu
sempurna tubuhnya. Aku tak bosan-bosan memandang tubuhnya, hampir 15
menit aku terpana memandang tubuhnya.
Tanpa terasa adik kecilku mulai
bergerak, dia mulai bangun dan ingin dibelai.

Kudekati Yuni yang masih terlelap, kusapukan lidahku pada bibirnya
yang mungil dengan sangat perlahan. Yuni membuka matanya yang masih
memerah, "Ah.. kenapa Mas, aku capek sekali, besok pagi aja Mas",
kata Yuni pelan. "Maaf Yun kalo aku ganggu kamu, kamu tidur lagi aja,
aku bisa sendiri kok tapi boleh kan aku sentuh kamu?" kataku. Kulihat
Yuni mengangguk sambil tersenyum kecil, dia membuka lebar kedua
pahanya hingga liang kewanitaannya tampak lebih jelas terlihat.
Begitu melihat liang kewanitaannya yang merekah, aku langsung
menyapukan ujung lidahku pada klitorisnya dan kulanjutkan pada liang
kewanitaannya. Yuni sama sekali tidak bereaksi, tampaknya dia sangat
capek hingga tertidur lagi. Aku terus mempermainkan liang
kewanitaannya dengan lidahku.

Sepuluh menit kemudian aku bangun dan kucium bibirnya, Yuni menarik
nafas panjang. Kupegang kedua tangannya dengan kedua tanganku dengan
posisi tangan di atas kepala, selanjutnya aku langsung menindih tubuh
Yuni dan karena kedua pahanya masih terbuka lebar, aku merhasil
menyelipkan pinggulku di antara kedua pahanya. Saat itu kulihat Yuni
terkejut dan membuka kedua matanya. "Mas.. Mas mau apa..?" katanya
sedikit keras namun tertahan. Aku tidak memperdulikannya, aku
berusaha mencium bibirnya tetapi dia meronta, sehingga ciumanku
kutujukan ke lehernya yang putih. Dia semakin meronta, dan tanganku
semakin erat memegang kedua tangannya. Yuni terus meronta dengan
mengerak-gerakkan pingulnya ke kanan dan ke kiri, tetapi percuma, aku
jauh lebih kuat darinya. Tapi dia terus meronta sampai akhirnya dia
pasrah, begitu gerakannya melemah aku berusaha memasukkan batang
kemaluanku pada liang kewanitaannya, cukup sulit aku memasukkan
batang kemaluanku pada liang kewanitaannya, sampai sekitar 5 menit
kemudian aku berhasil menemukan lubang kenikmatannya.

Kumasukkan batang kemaluanku secara perlahan, saat aku memasukkan
batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya dia meronta lagi
dengan menggerakkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri, tetapi ujung
batang kemaluanku telah masuk cukup dalam ke dalam liang
kewanitaannya hingga aku merasakan batang kemaluanku telah menembus
sesuatu yang sangat kecil. Aku terus memasukkan batang kemaluanku
lebih dalam lagi sampai semua batang kemaluanku tenggelam. Saat itu
aku melihat Yuni memejamkan mata dan dia menggigit bibirnya yang
bawah dengan giginya yang tampak putih berjajar rapi. Aku terus
menggerakkan batang kemaluanku maju mundur keluar masuk liang
kewanitaannya, sedangkan mulutku menghisap payudaranya bergantian.
Aku merasakan seluruh batang kemaluanku seperti ditekan-tekan tetapi
rasanya sangat hangat.

Sekitar 10 menit aku memasukkan batang kemaluanku ke dalam liang
kewanitaannya, sampai akhirnya kukeluarkan sperma yang sejak dari
tadi kutahan. Kulihat spermaku keluar dari liang kewanitaannya tetapi
warnanya telah bercampur dengan bercak-bercak darah, tidak terlalu
banyak memang darah yang keluar, lain dengan Novi (pacarku red) yang
saat itu sangat banyak darahnya.

Setelah itu aku lunglai di atas tubuh Yuni yang telah diam tidak
bergerak dengan kepalaku berada di sisi kepalanya. Beberapa menit
kemudian aku merasakan setitik air membasahi telingaku, aku terbangun
dan kulihat setitik air keluar dari sisi kedua matanya yang masih
terpejam. Saat itu baru aku sadar jika Yuni telah menangis, ya
Tuhan.. Yuni menangis dengan menggigit bibirnya. Saat itu aku
langsung merengkuh dan merangkul tubuhnya dengan erat, beberapa kali
aku ucapkan kata maaf. "Kenapa.. kenapa kamu melakukan ini..?" Yuni
berkata sambil menangis. Aku terus merangkul tubuhnya yang masih
telanjang dengan erat sambil aku terus memohon maaf, tapi Yuni tidak
memperdulikannya dia terus menagis dan berusaha melepaskan pelukanku.

Setelah aku melepaskan pelukanku, dia langsung tidur dengan tengkurap
tetapi masih sesekali kudengar isakan tangisnya. Kudekati dia dan
kubelai rambutnya, "Maaf Yun, aku lepas kontrol, sungguh aku tidak
menduga kamu begitu terpukul dengan apa yang sudah aku lakukan. Kamu
boleh memaki aku, kamu boleh memukul aku, tapi aku mohon kamu jangan
menagis, aku sayang kamu, aku akan bertanggung jawab jika kamu
menginginkannya, apa saja yang kamu inginkan aku akan penuhi, tapi
tolong kamu mau maafin aku" Tak terasa air mataku juga telah mengalir
saat aku mengucapkan kalimat itu. Aku merasa sangat menyesal telah
melakukan hal itu kepada Yuni.

Beberapa saat setelah aku mengucapkan kalimat itu, kepala Yuni
menoleh ke arahku. "Baik Mas, aku akan meminta satu permintaan untuk
kamu, tapi tolong untuk saat ini kamu jangan ganggu aku, aku ingin
tidur, aku akan katakan permintaanku besok jika kita udah pulang",
dia berkata dengan suara serak dan sedikit berat. Aku hanya
mengangguk dan aku tidak mendengar lagi isakan tangisnya.

Malam itu aku sama sekali tidak dapat tidur, kupandangi tubuh Yuni
yang tengkurap dan terlihat sedang tidur. Aku tidak berani
menyentuhnya, saat kuperhatikan pada pantatnya terlihat bercak darah
bercampur dengan spermaku. Aku beranikan diri untuk membersihkannya
dengan sapu tanganku yang telah terlebih dahulu kubasahi dengan air
hangat yang kuambil dari dispenser. Dengan sangat perlahan aku
membersihkan pantat dan pahanya dari spermaku, kulihat Yuni masih
tertidur. Tetapi tiba-tiba dia menggerakkan tubuhnya dan dia berganti
posisi untuk telentang, untung dia masih tertidur. Selanjutnya aku
kembali membersihkan spermaku yang membasahi rambut dan liang
kewanitaannya juga dengan sangat hati-hati agar Yuni tidak terbangun,
tetapi tanpa kusadari Yuni telah membuka matanya dan dia memandangiku
dan memperhatikan apa yang sedang kuperbuat. Aku langsung
menghentikan tanganku yang masih membersihkan rambut di liang
kewanitaannya.

"Kamu nggak perlu melakukan itu Mas, udahlah aku juga salah kok, aku
maafin kamu" Yuni berkata sambil menatap wajahku yang sejak tadi
menunduk. Saat aku mendengar kalimat itu rasanya telah hilang semua
perasaanku yang sejak tadi kutahan.
"Terima kasih Yun, terima kasih kamu udah mau maafin aku", kataku
terpatah-patah.
"Sudahlah, sekarang Mas tidur saja, besok Mas harus setir mobil,
pinggangku sakit sekali", Yuni berkata sambil menarik lenganku.

Beberapa jam kemudian aku terbangun, kulihat Yuni masih tertidur.
Dengan hati-hati aku bangun dan kukecup keningnya dan aku berjalan
menuju kamar mandi untuk mandi. Selesai mandi kuambil pakaianku yang
kulepas di sisi tempat tidur. Saat aku akan mengambil pakaianku,
kulihat Yuni terbangun dan dengan susah payah dia bangkit. Aku
langsung menghampirinya dan kubantu dia untuk berdiri.

"Kamu mau mandi Yun, ayo aku antar", kataku.
"Iya.. tapi aduh.. pinggangku sakit sekali Mas.." katanya.
"Kalau begitu aku mandiin ya.. aku janji nggak akan ngapa-ngapain
kamu lagi", kataku.
Dia mengangguk, kemudian kubopong dia menuju kamar mandi dan
kududukkan di atas kloset duduk lalu kubersihkan seluruh tubuhnya.
Karena saat itu aku belum berpakaian, maka aku juga ikut mandi lagi.

Setelah kami pulang, dalam perjalanan aku bertanya tentang
permintaannya yang dikatakannya tadi malam. Seperti disambar petir
rasanya saat dia berkata "Aku punya satu permintaan yang sebenarnya
untukku juga sangat berat, tetapi itu harus kamu lakukan karena itu
janjimu kemarin. Aku minta Mas tidak lagi menghubungi aku lagi, aku
nggak bisa ngasih alasan dan tolong jangan tanya mengapa, itulah
permintaanku". Aku hanya bengong tidak dapat berkata apa-apa.

Kuantarkan dia sampai ujung gang, karena itu permintaannya dan
setelah Vitara putih itu masuk ke dalam gang, aku kembali menuju
jalan besar dan pulang naik taksi. Empat hari kemudian kuberanikan
diri untuk menghubunginya, siapa tahu dia berubah pikiran. Saat aku
hubungi melalui HP-nya, tidak pernah aktif dan kucoba menghubungi
rumahnya ternyata yang menerima kakaknya dan mengatakan kalau Yuni
pulang ke Surabaya dan katanya tidak mau diganggu oleh siapapun.

Sepuluh hari kemudian aku mendapat email dan mengatakan kalau saat
itu ia berada di Melbourne dan akan kuliah di sana.
Selain itu dia
juga menceritakan panjang lebar tentang alasannya tidak mau bertemu
aku lagi. Akhirnya kusadari dan kumaklumi alasannya. Dalam hati aku
sering berpikir, seandainya aku tidak memperkosanya, aku pasti masih
sering bercumbu dengannya. Sampai jumpa Yuni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar