gubahan saya

cerita seru

Jumat, 29 Juni 2012

ANTARA YOGYA DAN BALI CIHUY



Beberapa nama sengaja aku ganti demi menjaga kehormatan serta nama
baik orang-orang yang kusebut dalam kisah nyata ini sedangkan nama-
nama tempat serta adik sang sutradara adalah benar nama panggilan
sehari-harinya.

Para pembaca yang budiman, ini adalah lanjutan kisah pengalamanku
yang lalu dari villa Cibodas bersama Mbak Evie.

Yogyakarta, 1978 - Festival Film Asia

Kegiatan shooting film sementara 'break' istilahnya atau istirahat
karena hampir seluruh insan perfilman Indonesia dan negara-negara
anggota FFA tumpah ruah di Yogya, berarti aku menganggur, tidak
ada 'site-income' dari shooting film. Aku terpaksa mencari pekerjaan
yang sifatnya Part Time yang berhubungan dengan FFA itu dan kiranya
Sang Nasib masih memberiku kesempatan dimana aku mendapat pekerjaan
dari satu organisasi pengatur konferensi dan aku ditempatkan di Yogya
dimana FFA tersebut dibuka dan bersambung juga di Bali untuk acara
penutupannya, aku juga terus mengikutinya.

Selama di Yogya aku bertemu dengan Mas Echa dan Mbak Ranti, mereka
tinggal di hotel Ambarukmo dan hatiku berbunga-bunga sewaktu
mendengar dari Mbak Ranti bahwa Mbak Evie juga akan datang ke Yogya
menyusul mereka 1 hari sebelum upacara pembukaan.

"Dhit, selama Evie ada di Yogya, aku mau kamu yang menemani dia dan
bantu dia untuk segala sesuatunya ya, ngerti!, kamu harus atur
bagaimana caranya terserah kamu, luangkan waktumu untuknya." demikian
perintah tegas Mas Echa kepadaku di depan isterinya, Mbak Ranti.
"Baik Mas, saya akan usahakan supaya saya dapat menemani Mbak Evie."
jawabku pasrah dan senang, kalau boss sudah berbicara demikian, yah
harus dituruti daripada kehilangan kesempatan kerja lagi dengan Mas
Echa serta lebih-lebih lagi kehilangan kesempatan menikmati tubuh
montok Mbak Evie yang kebetulan jauh dari Mas Irawan. Kepalaku sempat
pusing sejenak, berpikir bagaimana caranya membagi waktu antara
pekerjaan untuk dapat uang tambahan dan tempat tidur plus kenikmatan
tubuh wanita setengah baya berumur 38 tahun yang bernama Mbak Evie
yang cantik dan mempunyai buah dada yang besar, montok dan nikmat itu
dan 38A ukuran BH-nya. Sejenak aku terbayang, aku menghisap susunya
seperti bayi menikmati ASI.

Siang hari kira-kira jam 11:00, pada hari akan dibuka secara resmi
FFA di Yogya, aku sedang berada di lobby hotel Ambarukmo mengurus
keperluan beberapa peserta FFA dari Filipina di depan front office
desk dengan petugas front office, terdengar di belakangku suara
seorang wanita menegurku dengan merdu, "Hai tukang urut yang keren,
mana kamar yang khusus pesananku?"Perlahan-lahan aku berbalik, dan di
hadapanku berdiri makhluk wanita impianku yang bernama Mbak Evie
dengan anggunnya, wajahnya yang manis serta tubuh montok dibalut
celana jeans biru tua agak ketat, sepatu model Moccasin merah Maroon
serta kombinasi kemeja casual dengan kancing depan terbuka rendah
sampai ke dadanya dari bahan blacu putih dan tidak dapat menghindari
bentuk buah dadanya yang besar dan montok itu. Di belakangnya tampak
Mas Echa dan Mbak Ranti memandang kami berdua dengan tersenyum.

"Mbaaak.." kataku bersemangat sambil mengulurkan tanganku untuk
bersalaman dan yang terjadi adalah Mbak Evie mengulurkan kedua
tangannya ke arahku sambil memeluk leherku serta mencium kening dan
kedua belah pipiku. Aku kaget mengalami hal tersebut dan jadi salah
tingkah, soalnya ini dia lakukan di depan umum juga Mas Echa dan Mbak
Ranti. Aku jadi kikuk dan mungkin ada perubahan di wajahku yang tidak
kusadari, tapi Mbak Evie sepertinya tidak peduli dengan tenangnya dia
menggandeng tanganku dan menarikku ke arah Mas Teguh dan Mbak Ratih.
"Excuse me gentlemen, I will be back in couple of minutes," kataku
dengan hormat kepada delegasi Filipina, mereka mengangguk sambil
tersenyum.
Sesampai kami di depan Mas Echa dan Mbak Ranti, wanita cantik ini
berkata, "Mas, sudah ketangkap body guard khusus yang Mas janjikan
padaku, thank's yaa." celoteh seenaknya Mbak Evie kepada Mas Echa.
"Nah tukang urut keren, tugasmu sudah menanti seperti yang aku bilang
kemarin, Oke!" Mas Echa berkata dan sambil memeluk pinggang isterinya
mereka meninggalkan kami berdua.
Aku kembali ke front office desk sambil membawa sebuah koper besar
milik Mbak Evie, aku mohon maaf serta membereskan masalah peserta FFA
dari Filipina yang sempat tertunda gara-gara kedatangan Mbak Evie
tadi.

Setelah mendaftarkan serta membereskan hal-hal yang berhubungan
dengan administrasi kamar untuk Mbak Evie, kami berdua menuju
kamarnya. Sesampai kami di dalam kamar dan room boy telah keluar
setelah meletakkan koper, baik Mbak Evie maupun aku sendiri tidak
tahan untuk berpelukan melepaskan rasa rindu, maklum sejak kegiatan
FFA ini kami berdua tidak bertemu hampir 2 minggu.

"Dhitya sayang.. aku kangen kamu deh," kata Mbak Evie memeluk leherku
sambil tidak henti-hentinya menciumi bibir, hidung serta keningku
bergantian.
"Aduh Mbaaak.. aku juga kangen Mbak.." jawabku tidak mau kalah sambil
memeluk pinggangnya yang ramping tapi aku tidak diberi kesempatan
olehnya membalas apa yang sedang dilakukannya.
"Maafkan aku Mbak, nggak sempat ngasih kabar sama Mbak soalnya
waktuku di sini tersita dengan pekerjaan yang banyak dan hampir tidak
mengenal waktu untuk istirahat ditambah lagi aku lebih banyak kerja
di luar, maksudku jemput para peserta dari airport Adisucipto,
mengantar mereka ke hotel balik lagi terus begitu tiap hari selama 4
hari terakhir ini. Sekarang agak relaks soalnya hampir semua anggota
delegasi sudah tiba semua." kataku menerangkan setelah mendapat
kesempatan duduk di tempat tidur dan dia duduk di atas pahaku dengan
tenangnya, kedua kakinya melingkari pinggangku dan kedua tangannya
melingkari leherku dan matanya yang hitam indah itu tanpa berkedip
mengikuti dan memandangiku selama aku berbicara dan kedua tanganku
menopang ke atas tempat tidur menahan beban indah di depanku.

"Oke sayang, cerita kamu sudah selesai?, sekarang aku mau bertanya,
selama di sini kamu tinggal dan tidur di mana?" tanyanya lembut
sambil mengusap-usap keningku penuh kasih sayang.
"Oh, di belakang hotel ini, ada satu penginapan sebangsa motel,
lumayan murah dan sudah dibayar selama aku tidur di sana oleh
perusahaan yang mengontrakku, kenapa Mbak?" jawabku enteng sekenanya
sambil mencoba memeluk pinggangnya.
Dia mendorong badanku sehingga aku jatuh tertidur di atas kasur dan
tubuh indah itu menindih tubuhku. Dikecup lembut bibirku, dadanya
yang montok menekan dadaku dengan lembut.

"Dhitya sayang, mulai malam ini kamu tidur di sini menemani Mbak dan
jangan membantah!" katanya memotong cepat pada saat aku baru membuka
mulutku untuk menjawab.
Aku jadi bingung bagaimana menjawabnya karena disatu segi aku sedang
bekerja dan dilain segi aku sudah dipesan sama Mas Echa untuk
menemani adiknya yang manis ini, akhirnya aku menyerah.
"Iya deh.. terserah Mbak bagaimana baiknya, tapi gimana dengan Mas
Echa dan Mbak Ranti dan aku harus check out dari penginapan
tersebut." jawabku masih bingung.
"Pokoknya aku nggak mau tahu bagaimana caranya kamu check out dari
penginapan kecil itu, dan urusan Mas Echa and Mbak Ranti itu
urusanku, now you have to take all your belonging from that motel and
move here.. Pleaaase.." katanya lagi dengan manja sambil mencubit
kedua belah pipiku dan mengecup bibirku dengan lembut.

Kami bangkit dari tempat tidur dan setelah pamit aku kembali ke lobby
hotel dan aku menemui boss-ku tempat part time aku bekerja. Aku
ceritakan bahwa aku diminta oleh Panitia FFA setempat untuk membantu
mereka di hotel tersebut dan aku diizinkan untuk tidur di salah satu
kamar yang dipakai sebagai ruang sekretatriat panitia, boss-ku setuju
saja, beres kan!. Aku segera check out dari penginapan yang telah
kusebutkan tadi dan memindahkan semua barangku ke kamar Mbak Evie,
tidur di hotel Ambarukmo tidak terbayang sebelumnya olehku dengan
wanita cantik serta sexy lagi, kapan lagi!

Malam pembukaan FFA berlangsung di Istana Kepresidenan Yogya, dibuka
oleh Sri Sultan(alm), dan aku sudah dipesan oleh Mbak Evie sebelum
berangkat ke acara pembukaan bahwa selesai atau belum paling lambat
jam 22:30 aku sudah harus kembali ke hotel.. mau "diurut nih"?

Sepuluh menit sebelum jam 22:30 aku bisa kembali ke hotel bersama-
sama rombongan beberapa delegasi negara peserta, kutelepon Mbak Evie
dari front office, "Hallo.."
terdengar suaranya yang terdengar malas-
malasan itu.
"Selamat malam Ibu Evie.." jawabku pelan menggoda.
"Mmmm.. siapa.." jawabnya agak malas.
"Saya Bu.. tukang urut dari villa Cibodas yang dipesan Ibu tadi
sore." candaku sambil tersenyum membayangkan ekspresi wajahnya.
"Sontoloyo.. cepetan naik, aku sudah kesel nungguin kamu, Sayang.."
katanya mulai bersemangat lagi terdengar suaranya olehku.

Aku naik ke kamarnya, kuketuk pintunya dan pintu pun terbuka dan Mbak
Evie-ku yang cantik berdiri di hadapanku sambil menarik tanganku
masuk, kututup pintu dengan kaki. Aduh Mak.. dia hanya memakai kemeja
tipis biru tua lengan panjang seperti kemeja pria sebatas paha dengan
kancing terbuka sebatas dada tanpa celana, kontras dengan kulitnya
yang putih dan mulus, dan bukan main! dadanya yang membusung jelas
terlihat dengan putingnya membentuk di baju tipis itu. Edan! aku
menelan ludah tertegun dan benar-benar pusing kepalaku tujuh keliling
menikmati pemandangan yang menakjubkan, menggairahkan serta membuat
penisku tegang lebih dari "XXX" volt barangkali.

Dia mendekatiku, kami berhadapan face to face, dia melingkarkan
tangannya di leherku kemudian bibir yang sensual itu mengecup lembut
bibirku sambil menggeser-geserkan susunya yang besar serta montok itu
dengan lembut ke dadaku.
"Dhitya sayang, aku kangen kamu.." dia berkata sambil matanya yang
hitam menatapku dengan sayu.
"Mbak, aku juga Mbak.. ingin.." jari telunjuknya menutup bibirku
sambil dieluskan perlahan.
"Aku tahu Sayang, sekarang kamu mandi dulu supaya segar yaa.. nanti
Mbak pesankan teh hangat dan kamu sudah makan belum?" tanyanya lagi.
"Sudah Mbak, nasi gudeg bungkus, pembagian panitia." jawabku dengan
datar, habis mau bilang apa lagi, memang itu jatah makan panitia.

Aku mandi dengan air panas, sungguh nikmat mandi air panas di hotel
Ambarukmo (aku tidak habis berpikir bisa tidur di hotel mahal),
sementara kudengar room service sudah datang mengantarkan pesanan
Mbak Evie. Aku keluar dari kamar mandi dengan hanya sepotong handuk
membungkus tubuhku sebatas perut sampai di bawah lutut sedikit
dan.. "Aduuuh sexy benar tukang urutku.." celotehnya dari arah tempat
tidur di mana dia membaringkan diri dengan posisi yang membuat
penisku tegak seperti meriam si Jagur pada saat aku menoleh ke
arahnya. Dia bebaring bertelekan tangan kirinya menahan kepala dengan
posisi kaki kanan menumpang ke kiri sehingga baju tipis biru tua itu
tersingkap memperlihatkan paha putih mulus dan amat indah bentuknya.

Kemudian dia bangkit dan mendekatiku sambil membawa secangkir teh
hangat manis sambil berkata, "Minum dulu Sayang, kamu masih capek
belum sempat minum teh manis seperti kebiasaanmu kalau lagi ada
shooting, iya kan?" aku menerima cangkir itu dan sambil mencicipi teh
tersebut aku tidak sadar bahwa pada saat yang sama Mbak Evie
memelukku dan melepaskan simpul handuk yang meliliti tubuhku
dan... "Byaaarr.." lepas handuk yang menutupi tubuhku. I am
completely naked dan tangan yang mungil Mbak Evie langsung memegang
serta meremas lembut penisku yang memang sejak keluar dari kamar
mandi sudah tegang gara-gara posisi erotis Mbak Evie di tempat tidur.

"Aduuuh Mbak, gimana nih.. nanti tehnya tumpah.." kataku kebingungan,
lagi pegang cangkir teh panas, keadaan telanjang bulat, penisku
tegang, diremas lagi oleh tangan mungil halus, di depanku ada seraut
wajah wanita cantik berbibir merah sensual umur 38 tahun dengan
susunya yang membuatku jadi.. "Aduhh, gilaa.. nikmaaatt dan gilaaa!"
"Minum tehnya pelan-pelan Sayang, nikmati dengan perasaan halusmu,
juga tanganku ini kangen dengan burungmu yang 16 cm." jawabnya dengan
wajah yang menengadah ke wajahku yang terlihat kebingungan. Kuhirup
tehnya dan aku merasakan ada yang aneh di lidah seperti rasa obat,
jangan-jangan dicampur sesuatu yang.. aku melihat ke arahnya.
"Kenapa Sayang.. Hhm, aneh rasanya yaa.. jangan kawatir itu hanya
Ginseng, obat supaya kamu tidak mudah lelah setelah bekerja seharian.
Aku dapat dari Mas Echa yang juga dapat dari temannya produser film
Korea, masih ragu?" katanya lagi tanpa melepaskan tangannya yang
tetap mengusap serta meremas penisku yang makin tegang dengan
suaranya yang manja.
"Aduh maaf Mbak, soalnya aku kan nggak pernah merasakan yang seperti
itu sebelumnya, jadi agak aneh saja.
Aku kira dicampur obat
perangsang.. kalau iya bisa mati aku.. besok soalnya masih banyak
kerjaan." jawabku sekenanya sambil tersenyum.
Remasan tangannya yang mungil terhenti sejenak dan terlihat sorotan
matanya yang hitam dan tajam.

"Aku nggak suka kamu ngomong begitu.. aku nggak suka pakai obat-
obatan itu..
aku suka yang normal-normal saja.. aku suka kamu Dhiet,
just the way you are.." jawabnya agak marah.
"Maaf Mbak.. aku minta maaf, aku nggak bermaksud Mbak mau pakai obat-
obatan seperti itu, maaf Mbak aku hanya ngomong kok, nggak pa-pa
kan?" kujawab agak menyesal sambil terus menghabiskan teh hangat
tersebut, kuletakkan cangkir dan sekarang tangan kiriku memeluk
pinggangnya yang ramping dan tangan kananku mulai mengusap buah dada
besar dan montok di depanku. Kudekatkan wajahku ke wajahnya, kukecup
bibirnya yang sensual itu dengan lembut.

"Ooohh.. Dhitya sayang, aku kangen kamu.. sekarang Dhiet, sekarang.."
desah Mbak Evie disertai nafasnya mulai tidak teratur.
Perlahan-lahan kutarik tubuhnya mendekati sisi tempat tidur, kuangkat
dan kulepaskan baju tipis biru tua yang dikenakannya dan Mbak Evie,
oh Mbak Evie.. tubuh telanjangnya begitu mendekati sempurna bagiku,
buah dadanya yang besar dan montok serta masih kenyal itu dihiasi
puting coklat muda mencuat bergantung lembut, perutnya yang masih
agak rata meskipun telah pernah mengandung 2 anak, pinggulnya yang
bulat dan padat, pantatnya yang gempal dan agak tinggi, pahanya masih
padat dengan bentuk proporsional dengan betis indahnya bagaikan padi
bunting dan akhirnya rambut hitam lebat diantara kedua celah pahanya
yang indah menutupi vaginanya yang pernah pertama kali membuatku lupa
diri di villa Cibodas dahulu. Dan tubuh indah ini ada di hadapanku
disertai desahan yang menggairahkan pemiliknya yang jauh lebih tua
dari segi umur dariku, menyerah total kepadaku sekaligus memberi
banyak pengalaman bagaimana seharusnya dan menikmati serta memberi
nikmat, "BERCINTA-SANGGAMA-MAKE LOVE" entah apa lagi namanya itu.

Kupeluk Mbak Evie dengan segala daya dan rasa disertai kecupan-
kecupan lembut di bibirnya yang sensual itu. Kurebahkan tubuh indah
dan montok itu ke atas tempat tidur dengan hati-hati, matanya yang
hitam indah itu terus menerus menatapku dan, "Dhitya sayang..
sekarang.. sekarang Dhit.. aku mau sekaraaang.." erangannya halus
keluar dari bibir mungil itu sambil kedua tangannya memeluk leher dan
kepalaku serta mengusap-usap rambutku yang sesekali terasa
direnggutnya dengan mesra.

Kembali kukecup bibirnya, turun ke leher yang jenjang terus turun
menjilati dan menghisap bergantian kedua susunya yang menjadi
kecintaan serta favoritku yang besar lembut serta kugigit-gigit kecil
kedua puting coklat muda itu bagaikan bayi, yaa aku bagaikan bayi
yang merindukan ASI, dengan kenikmatan penuh aku menghisap-hisap buah
dada yang menggemaskan milik Mbak Evie-ku yang cantik, sementara
desahan serta teriakan-teriakan kecilnya terdengar merdu.

"Dhitya.. oohhh Dhitya.. isep teruuuss susuku itu.. ooohh.. enaaakkk
Sayang!" kedua pahanya terasa olehku terbuka dan penisku menyentuh
bulu-bulu hitam lebat vaginanya yang terasa mulai basah, kecupanku
bertambah buas dan menggila turun ke arah perut, pusar dan berhenti
dipucuk rambut penutup vaginanya yang hangat itu. Aku merasakan
nikmat tersendiri, penisku tegang berdenyut, perlahan-lahan aku
merayap sehingga membuat posisi kami sebagaimana yang disebut "69
Position" samping menyamping. Terasa tangan Mbak Evie menyambut dan
kembali meremas serta mengurut turun naik penisku yang makin menegang
dan hangat itu. Gila benar lidah tipis nan halus terasa menjilati
kepala penisku dan bibirnya yang hangat mulai mengulum senjata
kenikmatanku dengan menggairahkan serta bertubi-tubi itu. Aku sendiri
rasanya sudah menuju puncak kegilaan menikmati tubuh Mbak Evie dengan
permainan mulut dan lidahku, vaginanya kujilat mulai pucuknya,
klitorisnya yang membuatnya kesetanan.

"Oohhh.. Dhityaaa.. mmmff.. aaahhnnggg.." erangannya makin menggila
sambil menekan kepalaku diantara kedua pahanya disertai jepitan yang
mulai terasa mengeras. Aku tidak peduli lagi, tidak ada siapa-siapa
kecuali aku dan Mbak Evie. Mbak Evie menginginkanku dan aku juga
secara jujur tergila-gila dengan keindahan serta kehangatan tubuhnya
dan kami berdua memang gila untuk bermain cinta.

Dilepaskan bibirku dari gigitannya sambil memandangku tersenyum
manis, kusentuh lagi bibirnya yang sensual itu, dia mencoba
membalasnya, kuhindari dengan menciumi dagunya yang indah terus turun
ke lehernya yang putih jenjang, turun lagi sampai di kedua susunya
yang besar, montok dihiasi puting coklat muda yang amat menggemaskan
itu. Kukecup puting itu dengan lembut dan mesra.

"Aduuuh Dhitya.. teruuusss Sayang.. aduuuh kamu gila! kamu gilaaa!"
erangnya nikmat.
Akupun menjadi bertambah nafsu menggumuli buah dadanya yang montok
itu secara bergantian kukecup, kuciumi, kujilati, kuhisap dengan
keras dan kugigit agak keras saking gemasnya.
"Aaaww.. pelan-pelan Sayang, tapi terus.. oohhh.." sahutnya penuh
gairah.
Mulutku bergerilya di susunya sampai basah keduanya oleh air liurku.
Sementara tanganku menyusup diantara kedua pangkal pahanya yang telah
direnggangkan sehingga tanganku, jariku bebas menyentuh, mengusap
serta memasuki lubang vaginanya yang mulai basah oleh cairan putih
kental dan harum khas itu. Jariku masih bermain di klitorisnya yang
lembut dan tangan Mbak Evie mendorong kepalaku ke arah vaginanya,
kuikuti kemauannya dan akhirnya kukecup, kujilat kugigit kecil
klitoris mungil itu dan tersa cairan hangat meleleh pelan menyentuh
bibirku, kujilat dan kuhisap tanpa berpikir panjang.

"Aaahh.. nngggmmmff.. aduuhhh Sayang aku mau mmm.." jeritnya kecil
sambil menjepit kepalaku dengan pahanya yang indah dan montok itu
disertai renggutan tangannya di rambutku yang agak gondrong. Jepitan
pahanya mengendur dan rambutku, dijambaknya pelan sambil menarikku ke
arah dadanya yang menantang itu. Tiba-tiba dia bangun sambil memeluk
leherku dan berbalik sehingga dia berada di atas tubuhku dan
memandangku mesra.

"Kamu memang gila dan pintar membuat aku kewalahan, Sayang.. sekarang
aku akan perkosa kamu sampai lemas, loyo.." katanya dengan garang.
Mbak Evie memeluk leherku dan mulai menciumi bibirku yang masih basah
dari sisa-sisa cairan hangat vaginanya, mulutnya yang mungil menjalar
ke dadaku dan kecupan lembut halus menyentuh luka yang sudah
mengering bekas gigitannya di Yogya dulu, secara refleks aku bergerak.
"Kenapa Sayang.. masih sakit yaa.. maafkan Mbak yaa.." Dia
memandangku dengan menyesal penuh kekhawatiran, aku menggelengkan
sambil tersenyum ringan.

Bibirnya kembali menyentuh puting susuku dan lidahnya yang tipis
menjilati dan aku menggigil dan serasa lemas tidak berdaya karena ini
termasuk bagian yang sensitif dari tubuhku bahkan aku pernah orgasme
gara-gara putingku dikecup oleh salah seorang gadis yang pernah
menjadi kekasihku semasa SMA dan kejadian ini terulang lagi dan kali
ini oleh Mbak Evi-ku dengan segudang pengalaman bercinta, aduh mati
aku!

Mulut, bibir serta lidah mungil itu terus menelusuri tubuhku sampai
ke penisku yang sudah tegak 16 cm, tangannya dengan lembut mengusap
dan meremas penisku itu, aku terpejam menikmati remasan tangan Mbak
Evie serta tanganku secara tidak sadar ikut meremas pinggiran kasur
dan ada perasaan ngilu pada lubang penisku dan makin hangat, makin
hangat. Aku merasa penisku makin hangat dan kepalaku terasa
berdenyut, kubuka mataku sambil memandang ke arah Mbak Evie. Dengan
garangnya penisku sedang dijiilati dan dikulumnya dengan sikap birahi
yang tinggi, sebentar-sebentar terdengar desahan nikmat keluar dari
mulut dan hidungnya yang bangir itu. Sang '16 cm'-ku sudah keras
rasanya seperti kayu.

Dia bangkit dan merayap di atas tubuhku dan aku pun mengulurkan kedua
tanganku menyambutnya dalam pelukan mesra.
"Ooohh Dhitya sayang, sekarang.. sekarang Dhiitt.. now pleaaase.."
dia berkata dengan suara bergetar dan diangkat pantatnya sehingga
rambut hitam lebat yang menutupi vagina terlihat dan aku mengarahkan
penisku sambil menyibakkan rambut-rambut itu dan amblas penisku ke
dalam lubang kenikmatan Mbak Evie yang langsung terasa hangat dan
berdenyut-denyut akibat dari gerakan otot vaginanya disertai teriakan
kecilnya, "Aduuuhh.. Maaass!"

Mbak Evie menjatuhkan tubuhnya yang montok ke atas tubuhku dan
susunya yang besar menekan dadaku dengan lembut membuatku bertambah
ngilu dan merinding nikmat. Pinggul, pantat yang bulat gempal itu
digerakkannya dengan garang serta buas seakan-akan mau
menghancurlumatkan penisku yang dijepit diantara celah bibir dan
lubang vaginanya sambil mengerang, "Aahhh..." mendesah, "Mmmmff..."
menjerit kecil, "Nnnggg.."

Sekali-sekali kecupan bibirnya dengan liar mengunci bibirku dengan
lidah tipisnya yang menelusuri lidahku serta kedua tangannya memeluk
kepalaku dan sekaligus mencengkeram rambutku. Aku sendiri rasanya
tidak bisa kontrol dengan tanganku yang sebentar-sebentar meremas
pantatnya yang bulat gempal dan juga kadang-kadang naik untuk meremas
rambut panjangnya yang tak pernah lepas dari model kepang satu itu.

Tiba-tiba dia mengangkat kepalanya sambil memandangku sejenak dan
perubahan air mukanya yang sambil menggigit bibir bawahnya dia
menekankan vaginanya sehingga penisku habis tertelan olehnya disertai
jepitan paha pada pinggulku dan jeritannya yang beberapa saat keluar
dari mulut yang mungil itu dengan cepat kututup dengan tanganku
karena kalau tidak akan terdengar keluar dan, "We are dead!"

Mbak Evie menjatuhkan kembali kepalanya di dadaku sementara rasa
ngilu di ujung kepala penisku makin bertambah dan dengan kasar
kubalikkan badanku sehingga aku berada di atas tubuhnya, segera aku
pun menggerakkan pantatku naik turun dengan irama cepat serta putaran
pinggulku yang ikut menjadi kasar dan garang.

"Oohh.. oohhh.. aahhh.. Mbaakkk, akuu.. akuuu.." sambil memeluk
dadanya.
"Iyaaa.. ooohhh.. iyaaa Sayanggg.. iyaaa aaahh!" sergahnya,
desahannya dan akhirnya kami saling merengkuh, saling berpagut bibir
dengan buas, jepitan pahanya mengeras, pahaku meregang
dan, "Srrooottt..." spermaku, cairan nikmatnya saling keluar
membasahi penisku dan lubang vaginanya.Rasanya lama kami berpelukan
menikmati luar biasa Together Orgasme. Nafasku dan dan nafas Mbak
Evie yang cantik terdengar tersengal-sengal beberapa saat. Luar biasa
kali ini kami bermain cinta, hari masih pagi kira-kira jam 09:00, di
tempat yang agak sepi lebih kurang 100 m dari pantai Sanur, hampir 1
jam aku bercinta dengan Mbak Evie dan kami bebas serta jauh dari
semua orang yang kami kenal selama ini.

Aku bergerak ingin melepaskan tindihan tubuhku dari tubuh Mbak Evie
tapi begitu aku memutarkan tubuhku dia memelukku dengan kaki yang
dilingkarkan ke pinggangku seraya berkata, "Nggg.. jangan dilepas,
jangaaann.. aku nggak mau dilepas Dhit, biarkan kayak begini.. aku
masih mau burungmu di dalam sarangku yang lamaaa sekali.."
"Aku lemes banget Mbak.. dan lapar sekali, hanya telor setengah
matang kan yang aku makan tadi pagi sebelum mengantar Mas sama Mbak
Ranti ke airport." jawabku sambil mengelus puting coklat muda
kegemaranku.
"Salah sendiri.. siapa suruh nggak sarapan.. rasakan akibatnya."
celotehnya manja sambil menyusupkan wajahnya di dadaku.
Aku tersenyum sambil berbisik halus di telinganya, "Mbak Sayang,
Dhitya tukang urut, playboy cap rantang.. lapaaarrr Mbak." Sambil
meniup halus kupingnya, Mbak Evie menggelinjang dan mengangkat
wajahnya sambil tertawa renyah, dia mengecup bibirku lembut dan
mengusap pipiku mesra.
"Iya deh.. kita mandi dan cari makanan yaa, yuuuk!" katanya seraya
melepaskan pelukannya dan burungku keluar dari sarangnya.
Kami mandi membersihkan diri, saling menyabuni tubuh kami, saling
siram menyiram dengan santai dan mesra. Hari itu kami berdua lewatkan
dengan makan dan minum, jalan-jalan di pantai bergandengan tangan
dengan sikap mesra dan masa bodoh dengan orangan-omongan di sekitar
kami, tidur berpelukan sampai sore hari.

Malam hari kami makan di restaurant yang terdekat kemudian pulang
sambil menyusuri pantai sampai dekat home stay, dia menahan langkah.
"Sayang.. kita berenang yuuuk.." katanya sambil memandang ke arah
laut kemudian menoleh ke arahku dengan senyumnya yang manis.
Aku termenung sejenak memikirkan sesuatu sambil membalas tatapan mata
hitam yang indah itu.
"Oke.. tapi dengan syarat.." jawabku sambil memandang dan memegang
kedua lengannya itu.
"Apa syaratnya Dhiet?" katanya lagi dengan wajah bertanya-tanya.
Tanpa menjawab kugandeng tangannya dan kami berjalan menuju villa.
"Apa dong syaratnya, Sayang.. ayo jawab." katanya lagi sambil
menggoyangkan tangannya yang kucekal lembut dengan suara penasaran.
Aku tetap tidak memberikan jawaban tapi tersenyum sambil berjalan
memandanginya menuntun ke arah villa.

Kami kembali keluar villa dengan masing-masing membawa handuk besar
dan lebar, aku mengenakan celana pendek pantai yang lebar dan plong
dan Mbak Evie juga mengenakan celana pendek pantai yang lebar dan
plong dan kaos tanpa lengan yang plong juga, sambil bergandengan
tangan kami berjalan berpelukan pinggang menuju pantai. Handuk
kutebarkan berdampingan sebagai alas duduk/tidur, pantai Sanur di
bagian kami tinggal telihat dan terasa sepi dari pengunjung, ada satu
dua turis bule lalu lalang dan seperti biasa mereka acuh tak acuh
dengan keadaan sekitarnya.

Malam yang indah dengan langit terang berbintang, kami berdua
berenang dengan baju lengkap seperti yang kuceritakan di atas,
berendam, saling menyiramkan air ke tubuh dan wajah masing-masing.
Kutangkap tubuhnya yang menggemaskan dan kutarik ke tempat yang agak
dangkal sehingga air hanya sebatas pantat kami, di bawah langit yang
bersih serta bintang-bintang menyinari keremangan laut dan pantai,
kami saling pandang dengan mesra, terlihat dalam keremangan itu Mbak
Evie dengan rambut dilepas tergerai basah, wajahnya yang bersih dari
segala macam make up, polos tapi tetap cantik, kaos tanpa lengan
basah memperlihatkan lengannya padat menempel rapat ke tubuhnya yang
indah, montok dan buah dada yang besar serta puting yang tercetak
jelas pada bagian depan kaos yang dikenakannya karena dia tidak
mengenakan BH serta celana pantai tipis yang menekan rapat pantatnya,
pangkal pahanya menonjol jelas karena dia juga tidak mengenakan CD,
itulah yang kumaksud dengan plong! dan itu yang menjadikan Syarat
yang kuutarakan kepadanya waktu kami berjalan menuju villa.

Aku tertegun sejenak dan penisku mulai tegak dan jelas terlihat,
tercetak di balik celana pantaiku yang plong karena aku juga tidak
memakai CD, cukup fair dan cukup membangun birahiku dan juga Mbak
Evie, aku yakin. Gila benar, aku tidak tahan dan memeluk pinggangnya.

"Mbak.. cantik sekali deh, Mbak.. aku rasanya nggak mau pisah sama
Mbak." kataku lembut sambil mengeratkan pelukanku.
"Iya Sayang.. aku juga nggak mau pisah sama kamu, aku mau kamu
menemaniku teruuus." jawabnya sambil memandangku.
Perlahan wajah kami saling mendekat dan tanpa menunggu reaksinya yang
lain kukecup bibir sensual itu, dibalasnya dengan memainkan lidahnya
yang pernah membuatku tersengal-sengal di hotel di Yogya sambil
tangannya mengusap dan meremas penisku di balik celana pantai yang
tipis. Buah dadanya yang besar dan menggemaskan menempel lembut di
balik kaos tanpa lengan tipis karena basah, aku tidak tahan, seluruh
badanku gemetar saat berpelukan dengan Mbak Evie dalam keadaan basah
seperti ini. Gila! aku merasa terangsang hebat dengan kondisi tubuh
indah Mbak Evie dalam keadaan ini.

"Mbaaak.. aku mau.. aku nggak tahan Mbaaakkk.. oohhh!" kulepaskan
kecupan bibirku dari bibirnya yang sensual dan memeluknya erat
sementara tangannya dengan lembut dan mesra terus meremas membelai
penisku yang mulai terasa ngilu di bagian kepalanya.
"Iya Sayang.. aku juga mau sekarang Dhiiiett..!" bisiknya di
telingaku dengan desahan yang menggemaskan.

Kembali kukecup bibirnya yang sensual sambil menariknya ke arah
pantai pasir putih yang hanya berjarak 10 m dari tempat kami berdiri.
Kurebahkan tubuhnya di atas handuk yang sudah kami tebarkan di atas
pasir, kupandangi matanya lembut dan kukecup bibirnya dengan sedikit
kasar. Aku tidak tahan, tanganku meremas buah dadanya yang besar dan
kenyal itu tanpa membuka kaos tipis basahnya, dia memegang kedua
belah pipiku sambil membalas kecupan garang dariku. Tanganku turun
terus mengusap pahanya sambil mencoba menaikkan celana pantainya yang
memang seperti rok itu dan tanganku menyentuh rambut lebat vaginanya
yang tidak memakai CD seperti yang kuceritakan di atas. Kuusap
belahan bibir hangat dan akhirnya klitorisnya yang mungil dengan
lembut tapi dengan penuh nafsu.

"Ooohh Dhitya sayang.. teruuuss.. aaahh.." desahnya lembut sambil
memeluk dan mengelus rambutku yang basah.
"Mbaaakk, sekarang Mbaakkk, aku nggak tahan lagi Mbaaak!" kataku
kehilangan kontrol.
"Iyaaa Sayaaang, aku mauu sekaraannggg.. ayooo.." katanya sambil
membuka kedua pahanya.
Kuturunkan celana pantaiku dan penisku tegang 16 cm! Kemudian dengan
nafas agak tersengal-sengal kuangkat kaki celananya yang memang
longgar seperti rok itu dan kuarahkan penisku ke lubang vaginanya
dengan perasaan sebab di pinggir pantai itu agak gelap hanya
keremangan cahaya bintang saja yang ada.

"Ooohh Sayang.. ayooo masukkan burungmu itu cepaattt.. aku nggak
tahan lagiii.." erangnya sambil mencoba menekan pantatku seraya
membuka pahanya lebih lebar dan amblas penisku ke dalam lubang
vaginanya yang hangat dan terasa rambutnya yang basah menempel di
perutku. Dia mendesah nikmat di balik kecupan buas bibirku yang sudah
hilang kontrol. Edan! kami bercinta dengan dahsyat di pantai pasir
Sanur, malam hari dibawah cahaya bintang-bintang, dengan badan basah
asin air laut, tanpa melepas celana masing-masing. Penisku masuk
lewat salah satu kaki celananya tanpa dibuka, turun naik di dalam
vaginanya yang hangat tanpa halangan apapun. Goyangan pinggul dan
pantatnya yang membuat penisku terasa diurut oleh super otot dengan
kuatnya. Aku mencoba meremas buah dadanya yang besar dan montok itu
yang masih tertutup kaos tipis dengan putingnya terasa mengeras. Tiba-
tiba kegilaanku muncul sesaat, kucengkram kaos tipis tanpa lengan dan
dengan sekali sentak (sentakan tukang urut man!) "Breeett..", robek
dan muncullah pemandangan yang menggemaskanku, payudara, buah dada,
susu Mbak Evie dengan puting yang menggairahkan langsung kujilati,
kuhisap, kugigit-gigit dengan nafsu birahi tinggi dan gemas, sambil
tetap menggenjot vaginanya dengan irama yang berubah-ubah diselingi
oleh desahan-desahan nikmat Mbak Evie. "Ooohh.. aaahh.. mmmff..
Dhiiieet.. ohhh.. ooohh.. teruuuss sayaaang!"

Entah berapa lama kami bersenggama dengan posisi lotus itu (menurut
KAMASUTRA) dengan segala gerakan yang berusaha memuaskan diri masing-
masing. Aku merasa badanku ngilu, bergetar hebat, kedua kakinya
dilingkarkan ke pinggangku dan mulai terasa menjepit dan penisku
terasa dijepit otot-otot vaginanya dengan kuat disertai desahan-
desahan keluar dari mulutnya sanbil menciumi ubun-ubunku karena aku
sedang menyusu bagaikan bayi minum ASI yang segar dan penuh air susu
itu.

"Mmmff.. ooohh, Dhiiieett.. oohhh.." erangnya dan aku merasa akan
mencapai klimaks tidak lama lagi, kulepaskan kedua puting susunya dan
kembali kukecup bibirnya yang sensual dengan ganas sampai nafasnya
tersengal-sengal.
"Mbaaakk.. aku nggak tahaannn, Mbaaakk.." jeritku tertahan sambil
menyusupkan kepalaku di lehernya yang putih jenjang. Mbak Evie
memelukku dengan hangat dengan kedua tangannya sambil mengecup
kepalaku.

Tiba-tiba jepitan kedua belah pahanya menguat menjepit pinggangku
disertai cengkraman tangan dan jari-jarinya di leherku, di kepalaku,
di rambutku yang agak gondrong dan basah itu dan, "Aaahh..
Dhiiieett.. akuuu.." jeritnya tertahan, penisku terasa ngilu, hangat,
basah dan berdenyut. Mbak Evie-ku yang manis mencapai orgasme dan
beberapa saat kemudian terasa perih di lubang penisku
dan, "Crrooott.. crrooott.. crooott.." entah berapa banyak spermaku
juga cairan kenikmatan Mbak Evie saling menyemprot di dalam vaginanya
yang gila benar nikmatnya. Kami berpagut dengan ketatnya seolah tidak
akan terlepas selamanya.

Gila!
Edan! Nikmat! Orgasme bersama di tepi pantai Sanur, dibawah
keremangan cahaya beribu bintang. Aku, pemuda lajang berumur 27 tahun
bersama Mbak Evie, wanita ibu rumah tangga berumur 38 tahun bercinta
dengan kegilaan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata yang jauh dari
semua orang yang kami kenal dan kami cintai sebelum kami bertemu.

Sejenak kami masih belum saling melepaskan pelukan kami masing-
masing, kami masih menikmati kebersamaan kami tanpa memikirkan di
mana kami berada, pakaian basah kami yang masih melekat atau
entahlah. Aku bergeser melepaskan diri, penisku masih tegang segera
kunaikkan kembali celana pantai yang masih basah menutupinya dan
berbaring memejamkan mata di sebelah Mbak Evie yang juga berputar
menghadap ke arahku sambil berusaha menutupi payudaranya, buah
dadanya, susunya yang sudah menjadi milikku setiap kali kami bercinta
itu dengan mencoba menarik kaosnya yang robek.

"Dhitya sayang.. aku cinta kamu.. aku.." katanya pelan dengan sebelah
tangannya dia mengusap bibirku sementara aku masih memejamkan mata
mencoba menikmati apa saja yang baru terjadi dengan diriku. Sambil
masih terpejam mataku, kuraih tangannya yang lembut itu, kukecup
pelan, aku berputar menghadapnya dan membuka mataku memandangnya
sambil tersenyum.

"Mbak Evie yang manis, mari kita jalin hubungan kasih ini tanpa
meninggalkan orang-orang yang kita cintai sebelum kita berdua
bertemu, Oke Mbak?" sahutku lembut sambil tetap menggenggam
tangannya, dia mengangguk lembut juga sambil tersenyum sementara
tangan yang satu tetap memegang ujung kaosnya untuk menutupi itu,
payudara indahnya. Aku bangkit sambil membereskan alas handuk kami,
dia masih terduduk memandangku dengan sayu, kuulurkan tanganku yang
segera disambutnya, kutarik perlahan dan dia berdiri. Kututupi tubuh
yang basah itu dengan handukku dan sambil berjalan menuju villa kami
berpelukan di mana kepalanya disenderkan ke dadaku.

Malam berikutnya kami lewati dengan menikmati jalan-jalan, belanja
oleh-oleh untuk Cempaka dan Melati, kedua puteri Mbak Evie, makan,
medengarkan musik di beberapa pub/kafe kemudian pulang dan bercinta,
bercinta dan bercinta seolah tiada habisnya.

Kesokan hari kami kembali ke Jakarta, dan seperti biasa aku laporan
sama Mas Echa dan Mbak Ranti tentang apa yang diminta Mas Echa selama
aku menemani Mbak Evie dan tentu saja 'Petualangan Bercinta' kami
berdua tidak pernah keluar dari mulutku or I'M DEAD MAN.Hubunganku
dengan Mbak Evie berlanjut sampai dengan tahun 1980 dalam konteks
pembuatan film bersama Mas Echa dan juga hubungan 'Istimewa'.

Setelah aku lulus berkat bantuan Mas Echa sekeluarga, aku bekerja di
bidang perminyakan. Dan perpisahan yang tak terelakkan dengan Mbak
Evie karena Mas Irawan mendapat tugas dari perusahaannya ke Jepang
selama 3 tahun yang mana mereka bermukim di sana lebih dari 3 tahun.
Hubungan kami terputus total, tidak ada surat menyurat, telepon
maupun komunikasi lainnya. Salah satu pengalaman yang amat berkesan
bagiku, Mbak Evie.. oh Mbak Evie!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar