gubahan saya

cerita seru

Jumat, 29 Juni 2012

OM PRAM NAMANYA BAPAK KOSTKU


Sejak aku melakukan hubungan sexual yang pertama kali dengan Oom
Pram,
bapak kostku, aku tidak yakin apakah selaput daraku sobek atau
tidak.
Karena pada saat itu aku tidak merasakan sakit dan tidak
mengeluarkan
darah. Yang jelas sejak saat itu sex menjadi kebutuhan biologisku.
Repotnya
aku tidak dapat memenuhi kebutuhan biologisku ini kepada
pacarku yang
sebangku kuliah, dia sangat alim dan selalu membatasi diri
dalam
berpacaran.

Akhirnya aku semakin terjerat dengan bapak kostku yang mempunyai
perbedaan
umur 25 tahun (dia berumur 46 tahun). Kami melakukan selalu pada
siang
hari, yaitu pada saat istrinya sedang berada di kantor, dan semua
teman
kostku sedang kuliah. Sudah enam bulan berlalu, tanpa satu orang
pun yang
tahu, hanya barangkali pembantu rumah tangga yang mencium sesuatu
diantara
kami berdua.

Oom Pram pandai memainkan sandiwara dalam pergaulan sehari-hari di
rumah.
Dia memperlakukanku secara wajar, dihadapan rekan kostku yang lain
maupun
dihadapan istrinya. Jika tidak ada kuliah dan rumah kosong
(kecuali
pembantu), aku hampir selalu memuaskan hasratku. Dan untuk
keamanan, aku
selalu mempunyai stock kondom di lemariku yang selalu terkunci
(walaupun
pembelian kondom ini selalu menjadi masalah tersendiri bagiku,
karena aku
masih malu untuk membeli alat kontrasepsi tersebut).

Nani (bukan nama sebenarnya) adalah teman karibku yang tinggal
sekamar
denganku yang saat ini entah berada dimana, karena sejak kami lulus
sarjana
15 tahun yang lalu, kami tidak pernah berhubungan lagi, dan mudah
mudahan
membaca cerita ini sekaligus sebagai nostalgia bersama.

Pada suatu hari Nani pulang dari kuliah. Seperti biasanya tanpa ketuk
pintu
dia langsung masuk ke kamar. Ketika itu aku terbangun dari
tidurku. Nani
langsung mencopot sepatu dan mengganti pakaiannya dengan celana
pendek dan
t-shirt yang ketat. Dia memang tampak sexy dengan pakaian itu, buah
dadanya
tampak membusung, ditambah wajahnya yang cantik, aku yakin banyak
pria yang
menyukainya.

Dia tiba-tiba mengambil sesuatu dari pinggir bantal yang
kupakai, aku
terkesiap ketika mataku melirik barang yang baru diambilnya.
Jantungku
hampir copot rasanya. "Lin, ini punya siapa..?" matanya melotot,
mulutnya
terbuka penuh kekagetan. Aku tidak dapat menjawab, aku masih
mencoba
menenangkan hatiku. Di ujung jarinya masih dipegangnya kondom bekas
pakai
yang ujungnya masih berisi cairan putih.

Memang ini kecerobohanku, biasanya sehabis melakukannya selalu
kubungkus
tissu dan kusimpan di tas atau lemari. Tapi kali ini aku ketiduran
sehingga
lupa mengamankan benda berharga itu. "Dengan pacarmu..?" Aku
hampir
mengangguk, tetapi mulutku berbicara lain, "Oom Pram.." jawabku
pendek.
"Oh.., hebat sekali kamu, ceritain dong, aku pikir kamu alim,
sungguh mati
aku nggak nyangka kalau kamu juga udah pinter. Kamu curang, aku
selalu
jujur dan cerita apa adanya sama kamu. Eh nggak taunya pengalamanmu
lebih
hebat dariku." Nani terus menerocos sambil merebahkan
tubuhnya di
sampingku.

"Sudah berapa kali kamu sama Oom Pram..?" Aku memaklumi protes
dan rasa
penasarannya, karena Nani selama ini selalu terbuka denganku. Dia
selalu
menceritakan hubungaan sex-nya dengan pacarnya sedetil-
detilnya , dari
ukuran penis sampai posisi pada saat melakukannya. Sedangkan
aku sama
sekali tidak pernah menceritakannya karena rasa malu, karena
kulakukan
justru tidak dengan pacarku tetapi dengan laki-laki yang seumur
dengan
pamanku.

Sejak saat itulah aku mulai menceritakan aktifitas sexual kami
kepadanya,
aku ceritakan bagaimana pengalaman pertamaku yang tanpa rasa
sakit dan
tanpa darah, bagaimana Oom Pram mengajariku dan membimbingku dengan
penuh
kesabaran . Dan kuceritakan pula bagaimana induk semangku itu
begitu
perkasanya di atas ranjang, bahkan beberapa kali aku mengalami
orgasme
lebih dari satu kali. Pernah suatu kali aku ceritakan pengalaman yang
tidak
kulupakan hingga sekarang (kini aku sudah mempunyai dua orang
anak yang
sudah besar-besar), yaitu ketika kami hanya berdua, aku dan
Oom Pram
bercinta di atas sofa ruang tamu. Sungguh pengalaman yang fantastis.

Dia duduk bersandar ke sofa, sedangkan aku dalam posisi duduk atau
lebih
tepatnya jongkok di pangkuannya menghadap ke arahnya, kelamin kami
menjadi
satu, saling mengisi, saling menggesek dan menekan,
menjepit dan
menggoyang. Dan hubungan intim kami akhiri dengan rintihan
panjangku di
pojok karpet di bawah meja tamu. Sungguh pengalaman yang sangat
hebat.
Sampai kini pun aku selalu mengkhayalkannya dan mengimpikannya.

Hingga suatu saat Nani mengusulkan seuatu yang membuatku termenung.
Memang
pada awalnya usulannya masih bersifat gurauan, tetapi akhir-akhir
ini ia
semakin mendesakkan kemauannya. Bahkan sambil bergurau ia
mengancam akan
membeberkan kisahku ini ke pacarku. Aku butuh waktu seminggu
untuk
menimbangnya, aku belum rela untuk berbagi cinta dengan kawanku ini,
tetapi
lama-lama aku tergelitik, apalagi Nani selalu membujuk dan
mengkhayalkan
keindahannya bagaimana kalau kami melakukan hubungan sex
bertiga. Dan
akhirnya aku pun menyetujuinya.

Seperti yang sudah kuduga sebelumnya, Oom Pram tidak keberatan
dengan
gagasan ini. Dan dipilihnya waktu yang paling tepat, yaitu ketika
istrinya
sedang mengunjungi orang tuanya di Jawa Tengah. Dan tempat yang
telah
disepakati adalah di kamar tidurnya bukan di kamarku. Kamarnya ada di
rumah
induk, sedang kamarku ada di Paviliun yang memang disediakan
untuk
indekost.
Sekitar jam sembilan malam, ketika teman kost lain sudah masuk
kamar
masing-masing. Aku pun masuk ke kamar Oom Pram tanpa satu orang
pun yang
melihat. Oom Pram yang sudah menunggu sambil nonton TV di kamar
menyambutku
dengan dekapan dan ciuman yang hangat. Kuedarkan mataku keliling
kamar,
sebuah kamar yang luas, indah dan mengagumkan, kamar yang tidak
kalah
dengan sweet room di hotel berbintang lima. Inilah pertama kali aku
melihat
kamarnya, diam-diam kukagumi taste istrinya dalam menata kamar yang
begitu
indah dan mengagumkan.

Tidak berapa lama kemudian Nani datang menyusul, terlihat
kecanggungannya,
hilang sifat lincahnya. Kubimbing dia ke arah Oom Pram. Oom Pram
memeluk
Nani dan mencium pipinya. Kecanggungan dicairkan oleh Oom Pram
dengan
obrolan ringan dan gurauan kecil. Karena kulihat baik Oom Pram
maupun Nani
masih sungkan untuk melakukannya, maka aku pun berinisiatif
untuk
memulainya.

Kubimbing Oom Pram ke tempat tidurnya yang sangat luas, kucumbu dan
kucium
dia. Kami berciuman, saling mengelus cukup lama dan birahiku
mulai naik
ketika tangannya meremas dengan lembut buah dadaku. Kulihat Nani
masih
duduk pasif di ujung tempat tidur memperhatikan kami. Kulepas
pelukanku dan
kutarik tangan Nani ke arah kami, dan ia segera masuk ke dalam
rengkuhan
Oom Pram.

Walaupun birahiku sudah mulai bangkit, tetapi kugeser posisiku
untuk
memberi kesempatan pada Nani menikmati ciuman dan belaian Oom
Pram. Nani
terlihat sangat bernafsu, apalagi ketika buah dadanya yang sexy
diremas
-remas oleh Oom Pram. Tubuhnya menindih tubuh Oom Pram dengan posisi
miring
memberi kesempatan buah dada kirinya untuk diremas, dua belah
pahanya
menjepit paha kanan Oom Pram, bahkan dari gerakan pinggulnya aku
yakin Nani
sedang menggesekkan selangkangannya di paha Oom Pram.

Kuhampiri Nani, kubuka resleting di punggungnya, ia
menghentikan
kegiatannya untuk memberikan kesempatan aku melepas pakaiannya, dan
dalam
sekejab dia sudah telanjang bulat, seperti diriku dia juga tidak
mengenakan
BH maupun CD. Tubuhnya memang indah dan aku selalu mengagumi
tubuhnya itu,
karena sebagai teman sekamar, aku sudah terbiasa melihat
kepolosannya itu.
Hanya ada satu hal yang belum pernah kulihat, yaitu bibir bawahnya
tampak
sedikit membengkak dan warna kemerahan membayang di balik rambut
kemaluan
yang tidak terlalu lebat.

Oom Pram segera meraih kedua buah dadanya untuk mencium
sekaligus
meremasnya, Nani tampak menikmatinya dan membiarkan seluruh
tubuhnya
dinikmati oleh Oom Pram. Tangannya kulihat mulai mengelus pangkal
paha Oom
Pram yang masih terbungkus piyama. Aku sebenarnya sangat terangsang
dengan
adegan itu, apalagi ketika mereka berdua sudah tanpa busana, dan
percintaan
mereka makin seru dimana dalam posisi tidur telentang di tengah
tempat
tidur yang harum dan mewah. Oom Pram mempermainkan kelamin Nani
dengan
lidah dan bibirnya, sedangkan Nani setengah jongkok di kepala
Oom Pram
merintih-rintih keenakan sambil menunduk melihat kemaluannya yang
sudah
makin membengkak.

Kulepas pakaianku, kurasakan buah dadaku sudah mengeras dan vaginaku
sudah
terasa basah. Kudekati penis Oom Pram yang tegak berdiri dengan
kepala yang
mengkilat, dikelilingi oleh otot yang kebiru-biruan, sebuah
pemandangan
yang bagiku sangat indah. Kugenggam batang penisnya, kadang kukecup
ujung
penisnya. Tidak seperti biasanya, kali ini aku tidak berani
memainkannya
seperti yang disukainya. Aku tidak menelusuri otot batangnya
dengan
lidahku, tidak pula menyedot seperti menyedot es lilin ketika aku
masih
kanak-kanak. Karena aku sadar, bahwa perjalanan masih panjang. Kali
ini dia
akan bercinta dengan dua orang wanita muda yang sedang haus-
hausnya. Aku
takut dia akan "selesai" sebelum waktunya.

Ketika Nani mengerang makin keras, dan gerak pinggulnya terlihat
makin
tidak terkendali, Oom Pram segera mengakhiri permainan. Dia
bangkit dan
membimbing Nani untuk rebah di sampingnya berbantal lengan
kirinya.
Direngkuhnya aku, sambil mencium bibirku tangan kanannya
merangkulku dan
mengelus pungggungku. Kunikmati permainan lidahnya, kadang
lidahnya
menjalar dalam mulutku, kadang lidah kami saling beradu. Kubiarkan
tangan
Nani ketika dari posisinya dia mejulurkan tangan untuk ikut
meremas buah
dadaku, karena menambah kenikmatan yang kurasakan. Bahkan
ketika dia
bangkit dan jarinya menyibak bukit kemaluanku yang sudah basah, aku
malah
merentangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Aku sama sekali tidak
merasa
risih, bahkan sebenarnya aku ingin dia melakukan lebih dari
mengelus
klitorisku. Aku ingin bibir Nani yang sensual itulah yang
melakukannya.
Tapi itu tidak dilakukannya.

Oom Pram bangkit dari posisi tidurnya, dari gerak dan sikapnya aku
segera
tahu bahwa dia sudah akan menyudahi pemanasan yang bagi kami terasa
sangat
lama dan menyenangkan, walaupun sebenarnya Nani sudah memintanya
sejak
tadi. Aku memberi kesempatan Nani untuk melakukannya terlebih
dahulu, ia
sudah dalam posisi telentang dengan kaki yang ditekuk dan kedua
belah paha
terbuka lebar, sehingga dua bukit kemaluannya terbelah dengan
menampakkan
semburat magma merah dari celahnya. Sebuah pemandangan yang sangat
indah,
sebuah tubuh putih yang mengkilat karena keringat, buah dadanya yang
padat
pinggang yang ramping. Mata Nani memandang sayu ke arah Oom Pram yang
sudah
berada di depannya siap melakukan tugasnya.

Oom Pram masih menjelajahi tubuh indah itu dengan matanya sambil
tangan
mengelus paha Nia, tubuhnya masih kelihatan kokoh. Aku tak pernah
bosan
memandang, entah sudah berapa kali aku menjamah dan menikmati tubuh
lelaki
itu. Aku lah yang tak sabar melihat adegan sejoli ini berlama-lama,
kuraih
penisnya dan kutuntun ke arah lubang kawah yang merah menyala. Nani
sedikit
mendongakkan kepala ketika ujung kemaluan Oom Pram mulai
masuk ke
vaginanya, mulutnya mendesis lembut. Jika sedang bercinta
denganku, Oom
Pram selalu memulai dengan tidak memasukkan penuh, tetapi hanya
kepalanya
saja, kemudian menancapkan berkali-kali ke arah atas di belakang
klitoris,
memutar dan menggoyangnya.

Demikian juga yang dilakukan kepada Nani, kocokan ringan itu
membuat Nani
makin mendesis-desis, disertai sapuan lidah di bibirnya sendiri.
Lututnya
terlihat bergerak membuka dan menutup kadang-kadang pinggulnya
diangkat
mencoba menenggelamkan batang yang mempesona itu, tetapi selalu
gagal. Aku
tidak dapat menahan diri, tanganku kuremaskan ke buah dada
Nina yang
bergoncang lembut, bahkan lama-lama jari tanganku mengelus-elus
klitoris
Nani yang tidak lagi mendesis tetapi sudah merintih-
rintih. "Oom...
masukkan yang dalam.., sampai habis..!" ia menghiba sambil
tangannya
menekan pantat Oom Pram. Dan dia merintih panjang ketika penis
Oom Pram
menancap makin dalam sampai ke pangkalnya.

Kulihat di depan mataku sepasang manusia sedang malakukan
persetubuhan,
sang wanita sambil mendekap pasangannya, mulutnya merintih dan
mendesis.
Sang lelaki dengan tubuh yang berkeringat mengayunkan pinggulnya ke
atas ke
bawah, kadang desis kenikmatan juga terdengar dari mulutnya.
Sesekali sang
lelaki dengan mata penuh nikmat menatap kosong kepadaku. Aku mundur
ketika
Nani mulai liar, kakinya mendekap tubuh Oom Pram dengan kencang,
pinggul
diangkat ke atas seakan ingin menyatu dengan lawan mainnya,
dagunya
mendongak disertai lenguhan panjang, "Aaahhh..."

Detik-detik indah Nani telah lewat, beberapa saat Oom Pram masih
menindih
di atas tubuhnya, dibelainya rambutnya dan dicium lembut
bibirnya.
Sebenarnya pada saat yang sama vaginaku sudah berkedut nikmat, aku
sangat
terangsang penuh birahi, tapi aku masih harus besabar beberapa menit
untuk
memberi kesempatan Oom Pram mengambil nafas. Walaupun aku tahu pasti
bahwa
dia belum berejakulasi.

Aku segera turun dari tempat tidur, kuambil tissue dan
kondomku,
kubersihkan dengan hati-hati penisnya yang basah kuyup oleh lendir
Nani.
Kusarungkan kondom berwarna merah jambu di kemaluannya. Beda
dengan Nani
yang tidak menyukai memakai alat itu, dia lebih menyukai pil KB
yang
diminumnya secara rutin, karena hubungannya dengan pacarnya.

Kulihat Oom Pram sambil telentang memperhatikan apa yang sedang
kulakukan,
mulutnya medesis penuh nikmat ketika penis yang sudah bersarung itu
kukulum
dan kusedot. Dalam nafsuku yang puncak itu, aku merasakan tidak
perlu lagi
pemanasan, aku segera memposisikan diri jongkok di atasnya,
kamaluan kami
sudah berhadapan nyaris menyentuh. Aku masih sempat bermain
di luar
sebentar, sebelum semuanya kumasukkan sampai ke dasar dinding
rahimku.
Kurebahkan tubuhku di atas tubuhnya, kuhisap mulutnya.

Kukerutkan otot-otot di dalam vagina untuk mencengkeram penisnya.
Bersamaan
dengan itu kuputar pinggulku sambil kutarik ke atas sampai ke
leher
kemaluannya. Kemudian dengan cara yang sama kulakukan dengan arah ke
bawah,
dan kulakukan berulang-ulang. Ia mengelus dan meremas bokongku,
pinggulnya
menyodok vaginaku dari bawah dengan irama yang sudah sangat
harmonis.
Posisi ini adalah posisi favoritku (hingga kini). Buah dadaku
terhimpit di
dadanya, perutku menggeser-geser perutnya dan desis kenikmatan kami
semakin
menyatu.

Kurasakan gesekan otot dan kulit penisnya di dalam vaginaku,
rasanya enak
sekali, kepala penisnya yang besar yang menyodok-nyodok dinding
rahimku
makin menambah kenikmatan yang kualami. Bagian dalam vaginaku
berkedut
makin dalam. Aku melenguh panjang, kutepuk pundaknya dan ia segera
mengerti
untuk menghentikan kocokannya. Sementara aku juga menghentikan
gerakanku
dan meikmati kedutan yang merambah jaringan kemaluanku. Aku
mengalami
orgasme ringan, aku tidak ingin permainan cepat selesai, baru lima
belas
menit kami bersetubuh, biasanya aku tahan lama sekali. Mungkin
karena aku
menonton dan terlalu meresapi permainan Nani tadi.

Aku masih menumpuk di atas tubuh Oom Pram, kemaluannya masih terjepit
dalam
sekali di dalam kelaminku yang masih menjalar rasa
nikmat. "Oom.., enak
sekali. Aku pengen lama. Lamaaaa sekali..!" kucium pipinya dan
kudekap
tubuhnya. Dan ketika dia mulai mengocokku dengan ringan dari bawah,
segera
kutepuk kembali pundaknya, "Aaaah, jangan dulu Oom.., Lani belum
turun.."
Kurebahkan kepalaku di samping kepalanya, kudekap tubuhnya yang
kekar,
kuluruskan kakiku sehingga paha kami saling menempel, dengan posisi
ini aku
merasa menjadi satu dengannya. Kemaluannya masih tetap di dalam
tubuhku.

Wajahku berhadapan dengan wajah Nani yang sejak tadi menonton
pertunjukan
kami, tangan kirinya meremas-remas buah dadanya sendiri, sedangakan
tangan
kanannya menggosok-gosok klitorisnya. Nani sudah mulai
bangkit lagi
nafsunya, wajahnya menampakkan kenikmatan mansturbasinya. Menit
berikutnya
Oom Pram sudah menggulingkan tubuhku ke samping tanpa melepaskan
kesatuan
kami. Dan dalam sekejap tubuh yang mengkilat oleh keringat
sudah
dihadapanku dengan posisi push up, kedua tangannya berada di
samping
tubuhku, kedua kaki lurus dan merapat. Penisnya sangat besar dan
keras
masih terasa menekan dalam lubang kenikmatanku.

Kulipat kakiku dan kubuka lebar-lebar pahaku, karena aku tahu
bahwa Oom
Pram akan segera mengaduk-aduk isi kelaminku dengan alatnya itu. Aku
sudah
siap untuk dipuasinya, dan aku pun siap untuk memberikan
peyananku. Dia
mulai menarik pelan-pelan penisnya, kuimbangi dengan remasan otot
vagina,
kurasakan nyeri kenikmatan dari bawah tulang kemaluanku.
Aaahhh.., aku
mulai mendesis, kuputar pinggulku, dan kuremas-remaskan dan kusedot
habis
kemaluannya, aku merintih tidak tahan, Oom Pram mendesis.

Aku dipompa dengan putaran ke kanan kadang ke kiri, kadang diulir
kadang
ditancap lurus ke bawah. Rasa geli dan desiran nikmat makin
merambat di
seluruh kemaluanku. Kakiku sudah terangkat tinggi menggapit
pinggangnya,
pinggulku selalu melekat erat dengan pinggulnya. Pangkal kemaluan
kami
saling melekat, klitorisku bergetar hebat. Oom Pram mendekapku
erat,
diciumnya bibirku, nafasnya sudah memburu, kocokan penisnya
menghujam
dengan kencang dan dalam, bersamaan dengan itu kedutan dahsat dalam
lubang
kemaluanku.
Dia telah memancarkan spermanya.

Bersamaan dengan itu kulepas pula keteganganku. Kutahan
jeritan
kenikmatanku. "Oom Pram.., oh..." Aku tergolek lemah di samping
Nani yang
sedang menuju klimaks dalam mansturbasinya. Malam yang indah yang
sampai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar